Program Pencegahan Korupsi, Jokowi vs Prabowo, Mana Lebih Baik?

  • Whatsapp
Sumber: tirto.co

DEBAT PILPRES 2019 akan diselenggarakan 17 Januari malam ini.
Satu tema yang akan diulas dalam debat pertama Pilpres 2019 oleh pasangan
capres-cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam
debat perdana itu adalah pencegahan korupsi.


Debat ini penting sebab masyarakat semakin permisif terhadap perilaku koruptif.
Ini terlihat dari hasil sigi Badan Pusat Statistik (BPS). Tahun lalu, Indeks
Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia berada di angka 3,66 pada skala 0 sampai
5. Sementara setahun sebelumnya angkanya mencapai 3,71.

“Makin mendekati angka 0, makin menunjukkan bahwa perilaku masyarakat
terhadap korupsi semakin permisif,” kata Kepala BPS Suhariyanto. Statistik ini membuat strategi kedua kubu
memberantas korupsi semakin menarik untuk disimak. Beberapa pertanyaan yang
perlu diulas, misalnya, apakah kedua paslon setuju jika Komisi Pemberantasan
Korupsi memiliki penyidik tunggal independen atau tidak, dan dengan begitu
memperkuat mereka? Atau, apakah kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan perlu
meminta izin dari pengadilan hal yang sempat ramai diperdebatkan seiring
rencana revisi UU KPK.

Direktur Komunikasi Politik Tim Pemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Usman
Kamsong, menyampaikan bahwa koalisinya telah menyiapkan sejumlah amunisi yang
bakal digunakan untuk menjawab pertanyaan panelis maupun kubu Prabowo-Sandiaga.

Namun, ia enggan membocorkan apa saja yang telah dipersiapkan baik disampaikan
dalam debat serta dijalankan jika Jokowi kembali terpilih sebagai presiden
periode 2019-2024. 


Yang jelas, kata dia, langkah Jokowi dalam pencegahan dan pemberantasan
korupsi di Indonesia telah terbukti lewat sejumlah kebijakan, terutama terkait
dengan penguatan KPK. Misalnya, kata dia, diterbitkannya Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang tim nasional pencegahan korupsi.

“Kan sudah jelas itu memperkuat KPK. Perpres 54/2018 tentang pencegahan
korupsi menempatkan KPK menjadi motornya,” katanya saat dihubungi
reporter Tirto.

Selain itu, sebut Usman, Jokowi juga beberapa kali meningkatkan anggaran
operasional KPK serta menambah jumlah penyidik di KPK. “Waktu itu kan ada
usulan revisi UU KPK oleh DPR, tapi kan Presiden tetap meminta KPK yang diperkuat,
jangan revisi UU yang (membuat mereka) malah diperlemah,” tuturnya.



MIRIP
Sementara juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga,
Ferry Julianto, menyampaikan program pencegahan korupsi yang diusung oleh
koalisinya tak hanya menguatkan KPK. Meski begitu sebetulnya mirip-mirip dengan
yang diungkapkan Usman.

Terkait dengan kewenangan penyadapan KPK, ia menilai bahwa hal tersebut sudah
tepat dan tak perlu dikebiri dengan mewajibkan KPK meminta izin kepada
pengadilan. Meski demikian, katanya, tetap perlu ada kontrol agar tidak
terjadi abuse of power lewat mekanisme kerja yang profesional. 


“Kalau penyadapan ngapain harus izin pengadilan? Itu yang penting
profesional saja,” ujar Ferry saat dihubungi reporter Tirto.

Di samping itu, kata dia, keberadaan penyidik independen juga penting untuk
memperkuat KPK, terutama setelah mencuatnya kasus perusakan barang bukti
“buku merah” memuat informasi penting berupa adanya dugaan aliran
dana dari pengusaha Basuki Hariman ke sejumlah pejabat negara, salah satunya
Kapolri Tito Karnavian saat masih menjadi Kapolda Metro Jaya, dalam suap impor
daging sapi.

Penyidik independen merupakan cara yang cukup efektif untuk mencegah hal-hal
serupa di KPK kembali terjadi, kata Ferry. “Banyak kasus-kasus
seperti itu dan bukan cuma yang soal buku merah itu. Kasus-kasus lain juga
sebenarnya banyak yang masih belum dijerat pelaku-pelakunya,” pungkasnya.

Berita terkait