Ribuan Warga Tahlilan 100 Hari Korban Bencana

  • Whatsapp
Ribuan Warga Kota Palu menghadiri acara Tahlilan ke-100 hari korban bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuifaksi tanggal 28 September 2018 lalu, di lapangan Vatulemo, Minggu (6/1/2019)

Reporter: Firmansyah Lawawi


RIBUAN
Warga Kota Palu menghadiri acara Tahlilan ke-100 hari korban bencana alam gempa
bumi, tsunami dan likuifaksi tanggal 28 September 2018 lalu, di lapangan
Vatulemo, Minggu (6/1/2019) malam.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Palu, Prof Dr
Zainal Abidin saat menyampaikan tausiah mengulas polemik Tahlilan yang terjadi
di tengah masyarakat. Dirinya menjelaskan agar hal tersebut tidak menjadi
konflik maupun merenggangkan tali silaturahim antara saudara seiman lainya.

Zainal Abidin mengungkapkan bahwa pengertian
Tahlil adalah ucapan kalimat Tauhid yang dilafaskan secara berulang kali. Di
zaman Nabi Muhamad SAW dan para sahabat, 
istilah Tahlilan tidak ada. Namun untuk bacaan Tahlilanya ada. Tapi
acara ceremonialnya tidak dilaksanakan.

 “Jika
ada yang bertanya apakah di zaman Nabi dilakukan Tahlilan? Secara formalnya
tidak ada. Namun bacaan-bacaan doa Tahlil tersebut juga dibacakan oleh Nabi.
Olehnya itu kita mengikuti ajaranya Nabi Muhamad sekaligus menambah sesuatu
yang baik. Yaitu dalam bentuk Ceremonial, ” akunya.

Dalil atau rujukan penyelenggaraan Tahlilan 100
hari menurut Zainal Abidin, berasal dari zaman Wali Songo, Sembilan Wali.
” Tahlilan 100 hari dilakukan pada zaman Sembilan Wali. Seperti diketahui,
para Wali tersebut merupakan pewaris dari para Nabi yang dekat dengan Allah,
” paparnya.

Acara Tahlilan tersebut juga kata Zainal Abidin
menurut sebagian orang, mengikuti ajaran Nasrani. “Apakah adanya
kesamaan  ajaran agama lain yang
dilaksanakan menandakan kita mengikuti agama Kristen ? Kalau memang ada
kesamaan, hal itu tidak mengapa, karena sama-sama datang dari Allah SWT. Ajaran
Kristen datangnya dari Allah, begitupula dengan Islam, keduanya datang dari
Allah,” jelasnya.

Olehnya, ketua MUI Palu tersebut mengimbau kepada
masyarakat untuk tidak saling menyalahkan antara satu dengan lainya. “Olehnya
itu dalam kehidupan kita berbangsa dan bertanah air, tidak usah saling
menyalahkan. Kalau tidak sependapat. Jangan diikuti. Silahkan mengikuti yang
dianggap benar. Tanpa menyalahkan orang lain,” pintanya.

Tahlil dan zikir bersama dilaksanakan mulai pukul
17.30 wib tersebut juga dihadiri oleh Gubernur Sulteng, Longky Djanggola,
Walikota Hudayat, Wakil Walikota, Sigit Purnomo Said, unsur Forkopimda serta
stake holder jajaran Pemkot Palu. Selain itu juga dilaksanakan sholat Maghrib
dan Isya berjamaah. Serta santap malam bersama masyarakat korban terdampak
bencana alam di Kota Palu.**

Berita terkait