Tabina A Funnissa, Finalis Duta Wisata Cilik

  • Whatsapp
banner 728x90
Reportase: Ikhsan Madjido

RUMAH di RW 2 Kelurahan Pengawu Kecamatan Tatanga, Kota
Palu terasa begitu tenang. Pepohonan tumbuh menghiasi halaman. Namun nampaknya
tidak terawat, karena rumah itu sudah tidak dihuni lagi sejak gempa 28
September silam. Karena tepat dilewati jalur patahan sesar Palu-Koro, rumah ini
rusak berat.

Tapi begitu masuk ke ruang tamu, terpampang
puluhan piala. Besaran piala itu beragam. Tertata rapi dalam lemari kaca.
Rupanya penghuni rumah hanya memindahkan barang berharga ke tempat pengungsian.
Masih ada juga beberapa foto yang masih terpampang di dinding rumah.

“Kalau ini foto diambil pas 2017 lalu,” ujar
Mukrim Tamrin, ayah Tabina A Funissa.

Di bawah foto itu terpampang logo pemerintah Kota
London, dan tulisan dalam bahasa Inggris lomba menggambar. “Itu foto waktu saya
ikut lomba menggambar gedung parlemen Inggris,” sahut Nissa yang saat itu
berada tepat disamping sang ayah.

“Ini juga foto waktu saya ikut audisi main biola
dan piano,” tambahnya.

Pasangan suami istri (pasutri) Mukrim Tamrin dan
Suwarty Nursahara memang tak pernah berpikir memiliki anak berbakat di dunia
hiburan. Maklum, keduanya tidak memiliki latar belakang dunia hiburan dan seni.
Keduanya bekerja sebagai pendidik. Mukrim dosen bahasa Inggris di Untad, sedang
sang istri di Akper BK Palu. Selama ini keduanya tidak mendorong anaknya untuk
terjun di dunia hiburan.

“Saya cuma menyalurkan keinginannya untuk main
biola dan piano dengan memasukkannya di kursus musik baik di Palu maupun di
London,” jelas Mukrim yang baru menyelesaikan studi
 S3 nya di Inggris ini.

Mukrim optimis bakat yang dimiliki Nissa tidak
hanya bermanfaat bagi keluarga, tetapi juga masyarakat sekitar. Nissa lantas
mendaftar dalam acara tahunan duta wisata cilik yang dihelat Pemkot Palu
Februari 2019 ini.

Benar saja, bakat yang dimiliki Nissa mengantarkannya
sukses melewati tahap demi tahap. Dia bisa menjawab semua pertanyaan tim
penilai. Mulai saat audisi di hari pertama hingga ke babak final. Apalagi, dia
didukung dengan bakat menyanyi dan modeling. Tentu saja juga dengan kemampuan
bahasa Inggrisnya yang sejak umur 7 bulan sudah berada di New Zealand saat sang
ayah ikut S2.

Apalagi saat umur 8 tahun di Inggris Nissa
bersekolah di SD dan bergaul dengan teman sebaya di London.

“Kalau om tanya, gimana sih cara saya
memperkenalkan budaya Palu. Saya mau jawab tiga cara,’’ ucapnya kepada Kaili
Post.

Tapi satu cara saja dulu, yaitu wisata kuliner.
Tapi Nissa belum menjelaskan detailnya.

“Nonton saja nanti di babak final,” ujarnya polos
disertai senyuman dan tawa canda di ruang tamu. Mukrim pun membelai anaknya
dengan penuh kehangatan.**

Berita terkait