Reporter: Dedy
|
SEJUMLAH Warga yang ada di posko pengungsian mengaku sudah
jenuh dan menolak adanya relokasi rumah warga, khususnya daerah pesisir pantai.
jenuh dan menolak adanya relokasi rumah warga, khususnya daerah pesisir pantai.
Pasalnya mata pencaharian masyarakat sebagai
nelayan terancam hilang di akibatkan relokasi warga ke daerah yang jauh dari
pantai.
nelayan terancam hilang di akibatkan relokasi warga ke daerah yang jauh dari
pantai.
Setelah kurang lebih enam bulan lamanya bertahan
di posko pengungsian pasca bencana 28 Sepetember silam, warga kelurahan Lere
kecamatan Palu Barat mengaku jenuh dan tidak mau di relokasi jauh dari pantai.
di posko pengungsian pasca bencana 28 Sepetember silam, warga kelurahan Lere
kecamatan Palu Barat mengaku jenuh dan tidak mau di relokasi jauh dari pantai.
“Kalau boleh jujur kami sangat jenuh di dalam
tenda, kondisi sangat panas dan jauh dari kelayakan, di tambah lagi kami akan
di pindah ke Tondo jauh dari laut. Kehidupan kami hanya sebagai nelayan,”
ungkap Andika, warga pengungsi Kampung Lere, Senin (25/3/2019)
tenda, kondisi sangat panas dan jauh dari kelayakan, di tambah lagi kami akan
di pindah ke Tondo jauh dari laut. Kehidupan kami hanya sebagai nelayan,”
ungkap Andika, warga pengungsi Kampung Lere, Senin (25/3/2019)
Kejenuhan ini timbul akibat keadaan tempat yang
dinilai kurang layak kemudian terbatasnya fasilitas warga, ditambah lagi
hilangnya aktivitas sebagian masyarakat yang rata-rata berprofesi sebagai
nelayan tradisional yang selama ini menjadi profesi keseharian mereka.
dinilai kurang layak kemudian terbatasnya fasilitas warga, ditambah lagi
hilangnya aktivitas sebagian masyarakat yang rata-rata berprofesi sebagai
nelayan tradisional yang selama ini menjadi profesi keseharian mereka.
Warga menolak untuk direlokasi, karena persoalan
ruang hidupnya rata-rata berprofesi sebagai nelayan. Menurut warga apapun yang
terjadi entah itu ancaman gelombang tinggi ataupun zona merah kita terima
mereka tetap bertahan di lokasi yang tempat mereka bekerja.
ruang hidupnya rata-rata berprofesi sebagai nelayan. Menurut warga apapun yang
terjadi entah itu ancaman gelombang tinggi ataupun zona merah kita terima
mereka tetap bertahan di lokasi yang tempat mereka bekerja.
Dari 215 tenda pengungsian yang terdiri dari 13
blok dan sekitar 800 orang yang tinggal dipengungsian saat ini, sebagian belum
mendapatkan pekerjaaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Hal itu
tentunya menjadi tugas negara sesuai dengan aturan yang berlaku.
blok dan sekitar 800 orang yang tinggal dipengungsian saat ini, sebagian belum
mendapatkan pekerjaaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Hal itu
tentunya menjadi tugas negara sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Sekitar 50 persenlah kami warga dipengungsian
yang belum mendapatkan pekerjaan tetap, dan 50 persen lagi sudah ada yang
bekeja sebagai buruh bangunan kamudian sudah ada juga warga yang mulai melaut
meskipun dengan peralatan seadanya,” jelas Andika.
yang belum mendapatkan pekerjaan tetap, dan 50 persen lagi sudah ada yang
bekeja sebagai buruh bangunan kamudian sudah ada juga warga yang mulai melaut
meskipun dengan peralatan seadanya,” jelas Andika.
Sementara itu pengungsi yang berada di kelurahan
Balaroa juga menginginkan hal yang sama agar tidak di relokasi jauh dari
tempatnya apa lagi di daerah Tondo sebab banyak warga pencariannya di pasar
Inpres.
Balaroa juga menginginkan hal yang sama agar tidak di relokasi jauh dari
tempatnya apa lagi di daerah Tondo sebab banyak warga pencariannya di pasar
Inpres.
Menurut warga sejumlah opsi yang berkembang
pembangunan hunian tetap (Huntap) di antaranya daerah Tondo dan di Duyu, tidak
jauh dari stadion Gawalise.
pembangunan hunian tetap (Huntap) di antaranya daerah Tondo dan di Duyu, tidak
jauh dari stadion Gawalise.
“Kita berharap pemerintah membangun Huntap
tak jauh dari lokasi pasar Inpres, karena banyak orang yang menjual di
pasar,” tandas Rahma, warga pengungsi Balaroa.***
tak jauh dari lokasi pasar Inpres, karena banyak orang yang menjual di
pasar,” tandas Rahma, warga pengungsi Balaroa.***