Tunggu ‘Kode’ Fasilitator

  • Whatsapp
banner 728x90

Stimulan Cair
Reporter: Firmansyah Lawawi

DANA Stimulan yang dijanjikan pemerintah pusat bagi
korban bencana alam di Kota Palu, Sigi, Donggala dan Parigi-Moutong
(Pasidomu) yang kehilangan tempat tinggalnya, hingga saat ini belum diberikan.

Ternyata, dalam proses pencairan tidak semudah dan
sesederhana dipikirkan. Khusus di kota Palu saja, jalan panjang proses
pencairan saat ini masih dalam tahap verifikasi data rumah yang rusak yang
diperkirakan akan selesai Juni 2019.

Pencairannya pun masih kemungkinan besar lewat
rekening pribadi penerimaan bantuan, bukan melalui rekening kelompok (pokmas).

Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) kota
Palu, Iskandar Arsyad meski dicairkan lewat rekening pribadi, dana tersebut
belum bisa langsung dicairkan.

Warga harus menunggu tim fasilitator yang
dikoordinator oleh PUPR untuk membuat rancangan anggaran belanja.

“Penyalurannya tetap berbentuk tunai dan
bertahap kepada masyarakat. Namun pencairannya menunggu rekomendasi dari
fasilitator atau tim pendukung. Fasilitator akan melakukan verifikasi dan
validasi ulang rumah yang akan direkontruksi kembali tersebut. Setelah itu
dilakukan estimasi penghitungan berapa dana yang akan dialokasikan,” kata
Iskandar, Selasa (19/3/2019).

Secara teknis, Iskandar membeberkan bahwa pemanfaatan
dana Stimulan harus sesuai dengan kebutuhan material bangunan yang akan
direkontruksi. Seperti rumah warga tersebut mengalami rusak berat. Sesuai
alokasi dananya dari pemerintah sebanyak 50 juta.

Setelah dilakukan penghitungan besaran dana guna
pembelian material bangunan, ternyata terjadi kelebihan anggaran, dana tersebut
akan dikembalikan lagi kepada pemerintah.

“Misalnya, diketahui dari hasil penghitungan
antara fasilitator dan masyarakat, total anggaran pembangunan rumah tersebut
sebesar 35 juta, berarti dana Stimulan yang tidak terpakai sejumlah 15 juta.
Sisa uang itu akan dikembalikan lagi kepada pemerintah,” terangnya.

Jika kebutuhan total dana Stimulan tidak mencukupi
memperbaiki rumah rusak berat, sedang atau ringan, fasilitator akan
menyesuaikan kalkulasi penggunaan anggarannya. Sehingga bisa sesuai dengan
jumlah dana yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Untuk alokasi anggaran rumah rusak berat kata
Iskandar berjumlah 50 juta per-unit, sedang 25 juta, rusak ringan 15 juta.

Ditambahkanya, pencairan dana Stimulan memakai
pola kelompok masyarakat (Pokmas) mekanismenya seperti dalam satu kelurahan,
dibentuk satu kelompok yang terdiri dari lima belas orang. Kemudian dibentuk
ketua maupun bendahara. Pencairan dananya hanya melalui satu rekening saja.

“Penjabarannya, satu orang fasilitator akan
mengawasi kurang lebih lima puluh orang masyarakat. Fasilitatator dikoordinir
oleh TNI,” tutur Iskandar.

Disoal tentang polemik warga yang telah melakukan
pembangunan rumahnya menggunakan anggarannya sendiri, tanpa menunggu pencairan
dana Stimulan, Iskandar mengaku bahwa hal tersebut bukan kewenangan dari
pihaknya. Pengambil kebijakan adalah BNPB.

“Kemarin Gubernur Sulteng bertemu dengan Wakil
Presiden membahas hal tersebut. Data dari pemerintah kota juga diserahkan. Kita
tunggu saja hasil pertemuannya,” ungkapnya.

Terkait jadwal pencairan dana Stimulan, Iskandar
Arsyad mengaku hal tersebut bukan kewenangan pihaknya.

“Untuk kapan waktu pencairan dana
Stimulan,  bukan kewenangan kami. Coba
tanyakan kepada BNPB. Karena mereka yang punya gawean,” cetusnya.

Sementara, Ketua Pansus Pengawasan Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (P3B) DPRD Provinsi Sulawesi Tengah
(Sulteng), Yahdi Basma menilai mekanisme pencairan dana stimulan
tersebut sangat berbelit.

Dana stimulan itu, kata Yahdi, memang direncanakan
pemerintah dengan sejumlah mekanisme yang disebut sebagai prosedur standar,
berdasarkan peraturan BNPB dan Kementerian.

“Yang kami mau tolak, berdasarkan aspirasi
yang berkembang di tengah selter pengungsian ialah berikan hak korban tersebut
secara tunai,” katanya.

“Kan bisa otoritas keuangan negara kita
memerintahkan kepada Bank Indonesia untuk membuka rekening korban yang datanya
sudah ada di pihak pemerintah, lalu digelontorkan di nomor rekening
tersebut,” tambahnya.

Ketua Forum Korban Likuifaksi Petobo itu menyebut,
mekanisme penyaluran dana stimulan yang berbelit-belit itu, menjadi sesuatu yang
in-efisien.

“Bayangkan berapa banyak lagi uang yang
digelontorkan untuk menghonor sejumlah tenaga asistensi, menghonor sejumlah
babinsa, mengeluarkan biaya administrasi pembentukan kelompok masyarakat, buat
proposal, dan lain sebagainya,” ujarnya.

Untuk itu, Yahdi berharap, stimulan untuk korban
yang rumahnya hilang atau rusak berat senilai Rp 50 juta itu, langsung
diberikan kepada korban satu per satu, baik tunai maupun melalui rekening
pribadi milik korban.**














Berita terkait