Tolak Tanggul Teluk Palu, Petisi

  • Whatsapp
banner 728x90

Reportase: Ikhsan Madjido


SEJUMLAH Elemen masyarakat di Kota Palu, Sulawesi Tengah,
menolak rencana pembangunan tanggul di pesisir Teluk Palu sepanjang 7
kilometer. 

Tanggul laut yang akan dibangun dilintasi oleh
retakan permukaan (surface rupture) Patahan Palu Koro. Sebelum tsunami datang
menerjang, tanggul itu akan berpotensi dihancurkan duluan oleh gejala penurunan
(downlift) atau penaikan (uplift) permukaan tanah akibat gempabumi.

Itu salah satu alasan tertuang dalam petisi daring
situs change.org menolak tanggul pelindung Teluk Palu.
“Harus ditolak karena tidak mendengar suara warga.
Tidak partisipatif,” ujar Neni Muhidin, penggagas petisi.

Petisi ini juga dipicu pernyataan Ketua Satuan
Tugas Penanganan Bencana Sulawesi Tengah, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Arie Setiadi Moerwanto yang mengatakan kondisi pesisir Teluk
Palu tak memungkinkan ditanami Mangrove (Kompas, 5 April 2019).

Pernyataan itu menanggapi kritik atas rencana
pembangunan tanggul di Teluk Palu yang mengajukan gagasan pengembangan hutan
bakau untuk mitigasi atas ancaman tsunami. Kabonga, di arah barat teluk
terselamatkan pada petang 28 September 2018 karena ekosistem mangrove yang
tumbuh dan dipelihara warga yang tinggal di desa pesisir itu menghadang
datangnya terjangan tsunami.

“Pernyataan Arie di atas ahistoris, tidak melihat
fakta sejarah ekosistem mangrove yang tumbuh di pesisir Teluk Palu sejak lama,”
tambah Neni Muhidin.
Selain
fakta sejarah vegetasi dan toponimi, Pembangunan tanggul yang berbiaya besar
itu, menurut Neni dibangun dengan skema utang luar negeri.

Sehingga akan menjadi beban anak cucu di daerah di
kemudian hari. 
Ide pembangunan tanggul laut itu pun dinilai lahir
dari proses yang cacat karena tidak melibatkan partisipasi warga.

“Mengembangkan ekosistem mangrove, jauh lebih
ekologis dan lebih ekonomis dibanding membangun beton tanggul,” tegas
Neni.

Neni meminta agar pihak yang diberikan wewenang
dalam membangun kembali Kota Palu harus memerhatikan historis daerah.

Dalam kurun 91 tahun , Teluk Palu telah disapu
tsunami sebanyak tiga kali.

Mulai sejak 1 Desember 1927, 23 Agustus 1938, dan
28 September 2018, dan kejadian seperti ini hanya terjadi di Kota Palu.

Sehingga, perlu menjadi bahan pertimbangan agar
dampak dari kejadian serupa tidak bertanbah banyak.
“Mari berhimpun dan menolak rencana
pembangunan tanggul laut yang akan dibangun di Teluk Palu,” katanya
mengajak warga Sulawesi Tengah, khususnya warga Kota Palu.

Hingga berita ini naik cetak petisi ini sudah
mencapai 1.080 tandatangan dan terus bergerak menuju 1.500 tanda tangan.** 

Berita terkait