AA-Dery, Cudi-AH, HL-Amalya, Muhidin-Pasha Seru !

  • Whatsapp
OPINI AKHIR RAMADHAN 

Oleh: andono wibisono (wartawan/Litbang kailipost)

 

Seperti belum lama kita mengucap, ‘’Marhaban ya ramadan’’ eee tau-tau kita sudah di penghujung bulan mulia, bulan ampunan dan bulan magfirah ini. Insya Allah kita memperoleh gelar yang Allah janjikan di bulan yang lebih baik dari seribu bulan. Semoga kita dipanjangkan umur dan diperbaiki mengisi usia, untuk bertemu kembali dengan Ramadhan tahun depan…amin

PROVINSI Sulawesi Tengah, tahun 2020 mendatang akan menggelar Sembilan pesta politik di lokasi berbeda. Tujuh pesta politik di kabupaten (pilbup), satu dipusatkan di ibukota provinsi untuk Pilgub dan satu untuk Pilwakot. Direncanakan pula, Oktober 2019 tahapan Pilkada serentak itu akan dimulakan.

Sudah menjadi pemandangan taqjim, setiap helatan politik lokal akan menaikkan suhu dan tensi suasana politik. Padahal, bau mesiu senjata dan ledakan politik Pilpres belum hilang, seirama dengan meredanya kontestasi yang mulai bergeser ke ranah MK. Itulah efek politik. Bisa menyasar sampai menembus batas kewajaran usia, srata pendidikan hingga soal gender seseorang.

Tulisan akhir Ramadhan 1440 hijriah hanya memfokuskan pada Pilgub Sulteng mendatang. Pasalnya, geliat dan dinamisir beberapa golongan, kelompok lebih inten mendiskusikan, memperbincangkan hingga memprediksikan sesiapa gubernur yang pantas pasca Longki Djanggola. Terlebih, Sulteng termasuk provinsi rawan bencana nyaris di semua wilayahnya. Apa pandangan kandidat soal Sulteng pasca bencana? Sehingga, pandangan, ide-ide dan gagasan calon gubernur, calon bupati dan calon walikota meresonansi secara positif dukungan politik di tingkat partisipasi pemilihan di kotak suara.

Sebelumnya, sesuai polling popularitas tokoh Sulteng yang digeber Litbang Kaili Post muncul sejumlah nama yang tidak asing disebut-sebut bakal berlaga di arena Pilgub 2020. Ada nama Ahmad Ali, Rusdi Mastura, Anwar Hafid, Muhidin Said, Sigit Purnomo Said, Bartholumeus Tandigala, Derry Djanggola, Kasman Lassa, Irwan Lapata, Amalya Murad, Normawati Bantilan dan seterusnya. Namun yang paling sering diperbincangan tak lain nama-nama di atas.

Tulisan ini mencoba untuk melakukan ‘rubik politik’ nama-nama di atas apabila disandingkan. Tentu yang dimainkan ada dua teori. Teori kemungkinan dan teori tak berkemungkinan. Semuanya ditentukan frekwensi dan intensitas lobi, silaturahim, bangunan jejaring di Jakarta hingga sampai chemistry partai pengusung dan bakal calon. Rubik politik akan bermain hingga tahap pendaftaran bakal calon.

Nama yang paling ramai sejak Pileg sudah digadang-gadang adalah nama Ahmad Ali (AA), Bendahara Umum DPP Nasdem yang kini anggota DPR RI Dapil Sulteng. Mat Sun, jangan lupa juga Ketua Fraksi Nasdem DPR RI hingga kini. Jabatan-jabatan ini penting sebagai jejaring AA menyiapkan diri berlaga. Itu kekuatan politik formalnya. Di Pileg Sulteng, Nasdem meraup 271.513 suara dan mengantar kali kedua AA dengan suara pribadi, sebanyak 152.270 suara. Ini prestasi politik AA yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Mengapa AA lebih memilih gubernur? Padahal kalau hanya jadi menteri, ia memiliki slot pintu yang cukup signifikan. Kalkulasi politik itu harus panjang. Tidak elok ‘main setengah’  Menjadi menteri di era Jokowi periode kedua (bila kembali presiden) paling hanya lima tahun. Setelah itu? Ia harus menyiapkan diri lagi bila ingin menjadi gubernur. Tetapi, bila 2020 AA dapat merebut gubernur Sulteng, maka ia memiliki kans menjadi gubernur dua periode, atau setidaknya 10 tahun.

AA memenangi kontestasi Pemilu di Sulteng dengan suara terbesar dari partai politik lain memang prestasi luar biasa. Ia mampu menggeser Partai Golkar, Gerindra, PKS, PAN, PPP, Demokrat di level bawahnya. AA tidak hanya setengah hati menggerakkan mesin politiknya. Ia full amunisi sumber daya politik dan sumber daya kader yang disiapkan bertarung. Ia juga kasat mata dapat dilihat memiliki belanja politik yang di atas rata-rata Caleg lainnya. Apa itu? AA menyiapkan diri tidak hanya sekedar sebagai anggota DPR RI.

Bila dipetakan semua lewat ‘rubik politik’ naga-naganya, bakal calon gubernur yang layak adalah Derry Djanggola. Siapa dia? Adik bungsu Longki Djanggola. Pengalaman birokrasinya di level cukup mumpuni. Karir pamongnya  diakhiri tanpa cacat. Sosok tegas bersikap, dan dekat dengan aparatur ASN. Ia akan melengkapi seluruh kekurangan AA di dunia birokrasi dan pengawasan pembangunan.

Ada prestasi ‘politik’ Derry yang tak banyak orang ketahui. Demi menjaga karier politik kakak kandungnya, ia rela tidak menjabat lama sebagai ‘top manager’ birokrasi yaitu Sekretaris Daerah Provinsi. Penulis masih ingat, Gubernur Longki kepada wartawan menyebut hal itu ia putuskan dengan berat demi menjaga jalannya pemerintahan yang baik. ‘’Apa kata orang. Walaupun Ibu Derry sendiri dari segi pangkat dan jabatan memenuhi syarat,’’ kata Longki kala itu di sebuah media lokal. Derry legowo demi menjaga kepemimpinan Longki Djanggola. Prestasi politik birokrasi luar biasa.

Kedua; belum lama ini Longki sebagai Ketua DPD Gerindra Sulteng kepada media menyebut bahwa Gerindra tak akan memaksakan diri untuk menjadi Cabup,  Cawalkot bahkan Cagub. Hal itu disesuaikan dengan jumlah kursi Gerindra di sembilan DPRD yang menggelar Pilkada. Sinyal kuat bahwa Longki sendiri sangat realistis. Memetakan ini semua, maka ‘teori rubik kemungkinan’ mendekati signifikan.

Sedangkan teori yang tidak berkemungkinan; tentu apabila ada figur lain dari Lembah Palu yang lebih mendukung AA, lebih mampu menjadi vote gatter untuk AA, memiliki sumbangsih partai pengusung dan lain sebagainya.

CUDI – ANWAR HAFID
 
Cudi-AH

Masih ingat tagline ‘Rumah Kita’ – Rusdi Mastura (Cudi) Anwar Hafid (AH) ketika dinamika Pilgub 2015 lalu berlangsung? Tapi apa lacur? Cudi, kala itu tak berpasangan dengan AH yang bertarung dengan Longki – Sudarto, kalah.Pertanyaannya, apakah memungkinkan Cudi – AH kembali meramaikan bursa Pilgub 2020?

Menganalisis dari pisau ‘teori rubik kemungkinan’ tadi, maka dua pasangan ini sangat chemistry. Pertama mewakili geopolitik masing-masing. Cudi dikenal ‘Tadulako’ Lembah Palu, dan AH sangat dikenal di wilayah Sulteng bagian Timur. Klop. Sangat memungkinkan secara politik. Figure keduanya dikenal politisi dan alumni kepala daerah dua periode. Cudi, Walikota Palu dua periode dan AH, bupati Morowali dua periode pula. Kedua figur pun sering dalam berbagai kesempatan tampil bersama. Artinya, keduanya berhubungan baik.

Sisa partai politik apa yang akan mengusung keduanya? Komunikasi dan jejaring politik keduanya tak perlu diragukan. AH sangat potensial membawa Partai Demokrat. Cudi dapat meyakinkan parpol-parpol lain yang di Pilgub 2015 lalu mendukungnya. Partai Golkar, dan PDI-P sangat berpeluang dapat mendukung pasangan ini. Artinya, teori kemungkinan itu sangat terbuka momentumnya.

Cudi memiliki loyalis nyata di Padagimo (Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong). Pilgub 2015 lalu, walau melawan petahanan (LongkiS), Cudi mampu mengejar hingga meraup suara 45 persen. Kerja-kerja loyalisnya sangat militan. Dan apabila pasangan keduanya ini maju, maka pertarungan Pilgub sangat menarik. Karena pasti akan kembali melibatkan politisi-politisi kawakan turun gunung.

Demikian pula dengan AH. Ia tidak hanya memiliki elektabilitas terjaga, tapi juga memiliki partai Demokrat untuk menjadi kapal besarnya menuju KPU. AH juga dikenal petarung. Dua kali bertarung merebut bupati Morowali dan terakhir Pilkada 2018 lalu mengawal adiknya Syarifuddin Hafid walau dikalahkan oleh kubu AA yaitu Taslim dari Nasdem. Setidaknya track record politik AH patut dijadikan parameter analisis sebagai kandidat di Pilgub Sulteng. Kembali otak atik (rubik) politik sangat begitu cair. Ini hanya sebuah analisis.

HIDAYAT LAMAKARATE – AMALYA MURAD
Hidayat Lamakarte–Amalya Murad

Bila kedua pasangan ini turut berlaga, maka saingan lainnya patut memperhitungkan. Begini analisisnya dalam teori kemungkinan. Pertama; nama Hidayat Lamakarate, Sekdaprov Sulteng tak asing di mata warga Padagimo. Ia bahkan digadang-gadang pewaris politik kepemimpinan Sulteng pasca Longki Djanggola.

Matahari dari Timur itu juga dikenal sangat kuat pendirian, pemimpin yang penuh dedikasi, tegas berprinsip dan karir birokrasinya cukup moncer hingga menjadi top manager birokrasi yang banyak dicita-citakan para birokrat. Seriuskah ia maju menjadi gubernur? Setidaknya geliat akan ikut bertarung di kancah politik gubernur, HL sudah persiapkan. Ia beberapa kali aktif bersama beberapa jaringan pemenangan untuknya. Seperti JAS HITAM, dll. HL bahkan di internal Gerindra begitu familiar dan diharapkan dapat diusung.

Lantas bagaimana dengan Amalya Murad? Di mata warga Padagimo nama ini mungkin belum akrab. Tapi setidaknya, Chen-chen (sapaan akrabnya) raupan suara Pileg Caleg Gerindra Dapil Sulteng sebagai new entry (pendatang baru) meyerodok politisi politisi lainnya. Putri bungsu konglomerat perkebunan di Sulawesi itu, memperoleh suara lumayan diperhitungkan.

Basis pemilihnya sangat jelas. Wilayah Banggai bersaudara (Banggai, Bangkep, dan Balut) dan sebagian Poso, Tojo Unauna dan Morowali kembar. Istri jenderal bintang dua ini bisa diperhitungkan dan melengkapi basis massa HL di wilayah Padagimo. Keduanya secara geopilitik, perwakilan milenial dan gender. Klop ! ‘seng ada lawang’ kata anak muda Palu. HL – Amalya bila berpasangan, pasti akan menjadi saingan berat AA – Dery, Cudi – AH. Karena mengapa? Kedua pasangan di atas belum siginifikan mewakili milenial. Berapa pemilih milenial Pilkada 2020 di Sulteng? Taruhannya, pasti akan mencari figur milenial.

Tampilnya kedua pasangan ini (teori kemungkinan terjadi) dapat dipastikan, Sulteng di antar pada regenerasi yang melakukan lonjakan quantum. Untuk menjemput era 4.0 digital dan industrialisasi transportasi, telekomunikasi dan eko tourism (3T). menjadikan Sulteng sebagai pusat dari Pulau Sulawesi yang berkedudukan di tengah nan strategis.

Lantas partai politik apa yang dapat mengantar kedua pasangan ‘milenial’ ini? Gerindra, Partai Golkar, PAN, Demokrat, PKB, PKS, PDI-P dan lainnya. Hal itu akan ditentukan sejauh mana tingkat komunikasi politik yang di bangun tim keduanya. Di sinilah kemampuan keduanya diuji.

MUHIDIN SAID – PASHA
Muhidin-Pasha

Pasangan yang ideal. Pasangan senior dan yunior di kancah politik. Di Sulteng, kedua nama ini tak diragukan. Dalam teori kemungkinan, kedunya memiliki peluang besar untuk disandingkan. Basis partai politik keduanya sangat jelas. Partai Golkar dan PAN.

Muhidin M Said. Anggota DPR RI Dapil Sulteng kali kelima akan kembali dilantik periode 2019-2024 mendatang. Artinya, basis pemilih Muhidin tak dapat diragukan dengan pendekatan apapun. Ia selalu membuktikan lolos di Pileg. Trennya menurun? Wajar. Karena kontestasi politik 2019 lalu Caleg Dapil Sulteng diisi caleg caleg yang sangat berpotensi.

Lantas bagaimana dengan Sigit Purnomo Said, atau akrab dikenal Pasha vokalis sebuah band anak muda nasional. Namanya popular di Sulteng. Jabatannya sekarang pun moncer di politik Kota Palu. ia digadang-gadang untuk menjadi Cagub. Tetapi banyak kalangan menyebut bahwa realitas politik Pasha secara pribadi dan realaitas politik kontestasi mendatang tidak memungkinkan ia ‘kekeh’ Cagub. ‘’Pasha factor menentukan bila kosong dua. Dan Muhidin Said yang paling wajar dan berbahaya bila dipasangkan dengan Pasha,’’ demikian analisis yang terangkum dari sejumlah pihak ke Kaili Post.

Duet Muhidin – Pasha dapat dikatakan duet ‘mengantar’ generasi tua ke generasi milenial. Agar tidak ada putus kaderisasi, maka pasangan inilah yang menjawab agar Sulteng dapat lepas landas menyongsong era milenial dengan baik. Keduanya memiliki basis budaya yang sangat kuat dan dikenal.

Dengan demikian, rubik politik yang menggunakan teori kemungkinan ditentukan oleh indikasi dan dapat dikalkulasi secara sederhana. Indikasinya yang sangat koheren pada teori itu adalah; daya jangkau dan kuantitatif komunikasi politik; kemampuan pribadi bakal calon (gisi politik); jejaring partai politik yang sesentimen; sumber daya dan integritas bakal calon.

Pendapat ini semoga dapat menambah cakrawala dan cara pandang lapisan masyarakat Sulteng menyonsong dan menentukan siapa yang layak menjadi pemimpinnya. Ini hanya sebuah ajakan diskusi otak atik (rubik) siapa berpasangan dengan siapa. Siapa yang layak menjadi apa. Karena pemimpin tidak semudah diperebutkan. Pemilih pemimpin pun akan dipertanggung jawabkan kelak di kemudian hari. **

Berita terkait