Koordinator Sulteng Bergerak, Adriansa Manu mempertanyakan dana jaminan hidup (jadup) yang diperuntukan bagi para korban gempa, tsunami dan liquifaksi di Sulteng.
“Sudah hampir memasuki delapan bulan pasca bencana di Sulteng, tapi para korban belum juga menerima jadup. Padahal janji pemerintah korban akan menerima jadup selama dua bulan di masa tanggap darurat. Sekarang sudah masuk masa rehabilitasi dan rekontruksi tapi tak juga ada kejelasan apakah ada atau tidak jadup itu,” kata Adriansa dalam siaran pers Selasa (7/5/2019).
Menurut Adriansa, pemerintah baik pusat maupun daerah harus bertanggungjawab karena setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, salah satunya adalah jaminan hidup.
“Pemerintah selama ini kesannya hanya memberikan janji-janji manis kepada masyarakat, bahkan Wapres, Jusuf Kalla ketika berkunjung ke Palu beberapa bulan lalu mengatakan akan secepatnya merealisasikan jadup dan dana stimulan kepada para korban. Tapi kenyataannya itu omong kosong semua, karena sampai saat ini para penyintas belum mendapat bantuan jadup apalagi dana stimulan,” tutur Adriansa.
Lanjut Adriansa, Huntara yang dibangun pun belum semuanya teralisasi bahkan sebagian besar belum ditempati karena tidak memiliki fasilitas seperti listrik dan air. Merujuk data International Organization for Migration atau Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) saat ini masih terdapat 27.998 KK atau 110.587 pengungsi yang tinggal di pengunsian baik secara komunal, individu maupun yang tinggal di rumah keluarga/kerabat. Artinya, bahwa huntara pun masih jauh dari harapan para korban.
Ia juga mengatakan bahwa banyak huntara yang dibangun pemerintah tidak layak huni baik karena kondisinya yang tidak memiliki rasa aman dan nyaman maupun karena belum mendapat fasilitas yang memadai.
“Apapun alasannya, pemerintah kita secara tidak langsung telah menelantarkan para korban bencana di Sulawesi Tengah. Kenapa? Karena sampai hari ini pemerintah tidak melakukan upaya cepat agar para korban segera pulih dari bencana. Selama ini yang saya tahu pemerintah hanya lebih banyak mengumbar janji kepada warga. Maka tidak salah, jika di beberapa tempat masyarakat membuat plesetan istilah yang dipakai pemerintah. Misalnya, huntap diplesetkan menjadi hunian tidak pasti. Artinya bahwa masyarakat sudah bosan dengan janji pemerintah selama ini,” terangnya.
Oleh sebab itu, Sulteng Bergerak mendesak pemerintah agar terbuka dan transparan kepada masyarakat terkait dana jadup tersebut.
“Dana itu sudah ada di pusat. Pemerintah harus menjelaskan kendalanya kenapa sampai saat ini dana itu tidak diberikan kepada para korban. Kalau kendalanya data yang belum diverifikasi. Pertanyaan saya apa yang dilakukan pemerintah selama ini sehingga data itu tidak selesai-selesai dikerjakan. Atau jangan-jangan dana itu tidak cair karena ada kepentingan segelintir pejabat di sana,” tukasnya penuh tanya.**
Citizen Journalism: Kardi Katu