Reporter: Yohanes Clemens
Wacana soal penempatan Rektor dari luar negeri, pada Perguruan Tinggi (PT), baik negeri maupun swasta di Indonesia oleh Kemenristekdikti, ditanggapi dingin Ketua Senat Universitas Tadulako (Untad), Prof Dr Ir H Muhammad Basir Cyio SE, MS.
“Pihak-pihak terkait tidak perlu terlalu reaktif, karena hal itu masih sebatas wacana belum ada regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah,” ujar Prof Basir Cyio, di ruang kerjanya, Selasa, (06/08).
Menurut Ketua Senat Untad yang baru saja dilantik itu mengatakan, penempatan Rektor yang berasal dari luar negeri di kampus Indonesia, merupakan bagian dari globalisasi. Hanya saja, kata Prof Basir Cyio, secara kultur masih sulit diterima oleh masyarakat Indonesia.
Mantan Rektor Untad 2 periode itu menjelaskan, sebenarnya kalau soal globalisasi, kita tidak bisa menghindarkan diri, yang sulit itu soal kultur. Kita ini umumnya berlaku, jika sudah ada isu ada orang lain, itu kita langsung menggeliat. Dan selalu kalau ada wacana baru langsung kita bereaksi.
“Perguruan tinggi seharusnya bersifat terbuka terhadap proses globalisasi di segala bidang. Untuk itu jangan sampai, perguruan tinggi bercita-cita untuk menjadi universitas yang berkelas internasional, namun justru menggeliat menolak ketika dimasukkan unsur-unsur yang mengglobal,” tegas Prof Basir Cyio.
Prof Basir melanjutkan, penempatan Rektor yang berasal dari luar negeri juga akan memberikan dampak positif bagi pengembangan perguruan tinggi bersangkutan.
Olehnya, kata Prof Basir Cyio, pasti ada (dampak positifnya-red), minimal sekali dari segi akademik. Jangan sampai, hanya sebatas simbol-simbol pernyataan ingin menjadi universitas kelas dunia, namun, begitu dimasukkan unsur-unsur yang bisa mengglobalissi, itu justru diberikan reaksi yang luar biasa.
“Olehnya, saya sarankan kepada seluruh pihak terkait, untuk menunggu bagaimana perkembangan wacana tersebut. Apakah akan dibuatkan regulasinya oleh pemerintah atau justru tidak jadi diwujudkan.
Sebab, saya yakin, pemerintah tidak akan langsung menempatkan seseorang menjadi Rektor, apalagi dari luar negeri, lalu mengabaikan regulasi atau kultur akademik yang telah berlaku lama di perguruan tinggi,” terang Prof Basir Cyio.
Sehingga, tambah Prof Basir Cyio, semisalkan, ada orang yang bersedia dari Jerman, masa tiba-tiba langsung ditempatkan di UI. Nah, ini jelas memberontak orang-orang di UI, Senat, Wali Amanat dan mungkin juga dosen, karena perguruan tinggi sudah memiliki kultur akademik yang telah berkembang sejak lama.
“Maka, jangan sampai kita bereaksi padahal baru isu, kita tunggu dulu regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Ini kan hal globalisasi, kenapa kita terlalu responsif? Kalau memang misalnya regulasinya sudah memungkinkan untuk itu, bisa saja kulturalnya mengikuti,” tandasnya.***