Ketua Komisi B DPRD Palu Dorong Pemkot Bangun Huntap Satelit

  • Whatsapp
Ketua Komisi B DPRD Palu, Ridwan Basatu

Berdasarkan aspirasi masyarakat penyintas kota Palu, mayoritas tidak berkeinginan direlokasi ke Hunian Tetap (Huntap) yang berada di Kelurahan Tondo, Talise, dan Duyu. Hal itu tentu saja membuat polemik bagi pemerintah daerah.

Menyikapi hal itu, Ketua Komisi B DPRD Palu, Ridwan Basatu, Selasa (29/10/2019) mendorong pemerintah kota Palu untuk membangun Huntap Satelit.

“Ada pernyataan warga Balaroa dan Petobo  bahwa mereka tidak mau direlokasi ke Huntap Tondo, Talise, dan Duyu. Olehnya kami mendorong pemerintah kota Palu untuk membangun Huntap Satelit,” ungkapnya.

Namun dari ribuan jumlah warga penyintas kota Palu kata ketua Komisi B, ratusan lainya tidak menolak untuk direlokasi ke Huntap yang telah ditentukan oleh pemerintah.

 “Mereka yang bersedia direlokasi, mayoritas tinggal diperumahan. Sementara, masyarakat lokal sudah menyatakan sikap tidak mau direlokasi. Mereka meminta agar dibangunkan Huntap di sekitar wilayahnya sendiri, ” jelasnya.

Huntap Satelit menurut Ridwan Basatu, dibangun pada lahan yang terbatas. Dengan jumlah standar Hunian, sebanyak lima puluh unit. Karena dari SK Gubernur, penetapan lokasi pembangunan Huntap di kota Palu, hanya ditiga titik. Yaitu Kelurahan Tondo, Talise, dan Duyu.

 “Pengertian dari Huntap Satelit sendiri, hunian tersebut dibangun dalam satu kawasan, namun lokasinya terpecah-pecah, ” bebernya.

Merujuk kepada hal tersebut, dia berharap pemerintah kota Palu, untuk segera mengeluarkan surat penetapan lokasi lahan Huntap Satelit. Agar proses pembangunanya bisa dilaksanakan secepatnya. Khususnya di Kelurahan Petobo dan Balaroa.

Selain itu, Ridwan Basatu juga berharap kepada pemerintah untuk menginformasikan kepada masyarakat yang rumahnya berada dalam zona rawan bencana. Seperti lokasi eks Likuefaksi maupun Tsunami, terkait hak keperdataan tanah milik mereka.

Hal itu kata ketua Komis B, berkaitan dengan dua lokasi eks Likuefaksi yang akan dibangunkan memorial park atau monumen peringatan bencana alam kota Palu.

“Dalam hal ini, masyarakat masih bisa memanfaatkan lahan eks Likuefaksi tersebut sebagai lahan usaha, ketika pemerintah membuat lahan itu sebagai tempat wisata atau memorial park. Otomatis tempat itu akan ramai dikunjungi. Oleh karena itu, pemerintah memprorioritaskan warga pemilik lahan. Sehingga tidak menimbulkan gesekan sosial kedepannya, ” harapanya. ***

Reporter: Firmansyah Lawawi

Berita terkait