Koordinator Sulteng Bergerak, Adriansa Manu dalam siaran persnya. Rabu (29/01/2020) mendesak pemerintah provinsi Sulawesi Tengah membuka semua dokumen terkait revisi rancangan tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Tengah 2018-2030.
Pasalnya kata dia, selama ini dokumen publik itu tidak perna disampaikan dan dibuka kepada masyarakat luas. Padahal dalam undang-undang (UU) nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, pasal 65 ayat 1 dan 2 jelas disebutkan bahwa masyarakat harus tahu dan ikut berpartisipasi dalam penataan ruang, baik itu penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang maupun pengendalian pemanfaatan ruang.
Tapi sayangnya, kata Adriansa Pemprov Sulteng selama ini tidak perna melibatkan masyarakat luas ikut dalam pembahasan dan penyusunan rencana tata ruang wilayah. “Jangankan ikut berpatisipasi, dokumen ranperda dan semua dokumen publik terkait dengan rencana tata ruang tidak perna dibuka, semua dokumen itu seperti dokumen rahasia yang tidak boleh diakses oleh publik”. Tutur Adriansa
Selama ini kata Adriansa, pemerintah cenderung tertutup dengan penyusunan rencana tata ruang wilayah baik di tingkat provinsi maupun ditingkat kota dan kabupaten. “Kita sudah dua kali melayangkan surat permohonan dokumen ranperda RTRW Provinsi Sulawesi Tengah, sampai detik ini tidak ada itikad baik dari dinas terkait untuk memberikan dokumen yang dimohonkan.” Kata Adriansa
Padahal, menurutnya dokumen ranperda RTRW tersebut bukan dokumen rahasia Negara yang harus ditutup-tutupi.
“Semua orang berhak mengetahui dokumen tersebut karena perlu pembobotan dari semua pihak untuk menghidari kesalahan penataan ruang, karena jika Ranperda ini salah maka implikasinya besar bagi masyarakat.”
Lagi pula kata Adriansa, dalam UU penataan ruang tegas disebutkan bahwa peran masyarakat salah satunya adalah partisipasi dalam penataan ruang. Jadi kata dia, Pemprov Sulteng melalui Dinas Bina Marga mestinya membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya, termasuk membuka seluruh dokumen terkait penataan ruang seperti draft ranperda, Naska Akademik (NA), peta pola ruang dan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) termasuk hasil kajian resiko bencana (KRB) kepada masyarakat luas.
“Jadi tidak ada alasan pemerintah provinsi maupun pemeritah kota dan kabupaten untuk tidak melibatkan masyarakat dalam penyusunan tata ruang.”
Lanjut Adriansa, sejumlah masukan publik terkait pentingnya adaptasi kebencanaan dalam penataan ruang juga harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Sebab, kata dia Sulawesi Tengah merupakan daerah yang memiliki potensi gempa bumi besar seperti yang terjadi pada 28 september 2018.
“Kami koalisi masyarakat sipil meminta agar pemerintah daerah provinsi termasuk kota dan kabupaten untuk membuka semua dokumen revisi tata ruang wilayah kepada masyarakat luas, dengan begitu masyarakat tahu dimana yang harus diperbaiki dan diboboti terutama terkait aspek kebencanannya.” Ungkap Kadi Sapaan Akrabnya. ***
Sumber/Reporter: Sulteng Bergerak/Arman Seli