Palu,- Bambang, Kepala Seksi Observasi BMKG Kelas I Palu saat di temui (28/01/2020) kemarin menjelaskan terkait tidak di tanda tangannya Peta Zona Ruang Rawan Bencana. Hal itu karena ada perbedaan Indeks Kerentanan Gempa Bumi (IKG) dengan Zona Rawan Bencana (ZRB)
“BMKG tidak tanda tangan karena beda hasilnya dengan Peta Indeks Kerentanan Gempa Bumi (IKG) yang di hasilkan BMKG Kelas I Palu jadi pimpinan pusat, menghargai kita yang di Daerah ada Produk Beda Hasilnya. makanya pimpinan kami di Pusat juga tidak mau tanda tangan dasar pembuatan ZRB, kita juga tidak tahu faktor apa semua yang pendukung pembuatan ZRB, tetapi kalau untuk Indeks kerentanan sebelum Gempa Bumi kita sudah turun survei. Jelasnya
Perkiraan di bulan puasa itu, kita kerjasama dengan BPBD Kota Palu melakukan pengukuran IKG se Kota Palu. Rencananya tanggal 29 September 2018 itu kita ekspos ke pemerintah Kota Palu hasilnya. ternyata tanggal 28 September 2018 ada Gempa. Ungkapnya
Lanjut dia, Instruksi dari ibu Pimpinan untuk kroscek ulang ternyata hasil yang kita ukur sebelum kejadian gempa dan setelah ada perbaikan disaat terjadi gempa hasilnya tidak jauh beda. Peta Indeks Kerentanan Gempa Bumi itu juga disebarkan ke 42 kelurahan. jadi masyarakat mau menggunakan ZRB terserah, ZRB itu juga punya kerawanan Tsunaminya ( Saya juga kurang paham disitu).
“Tapi Kalau di IKG itu respon tanah terhadap getaran gempa bumi sampai di gambarkan disitu tingkat rekam gesernya jadi nilai percepatan tanah, nilai periode dominan tanah, indeks kerentanan gempa bumi dan rekam tanah geser itu kalo ada gempa akan merekah atau terjadi likuifaksi seperti itu.”
Menurutnya juga masyarakat sudah memahami karena sudah mengalami langsung Gempa Bumi
“Masyarakat kota palu sih, ada gak ada Peta sebenarnya mereka sudah mengalami secara langsung gempa seperti apa tanggal 28 September 2018 itu, jadi masyarakat kota palu sebenarnya sudah mengambil kesimpulan sendiri bahwa kalau memang rumahnya sekarang retak, rusak atau tanah disekitanya itu terbelah atau terjadi likuifaksi Cukup melihat Peta IKG kita yang ada di Kelurahan.”
“Gempa selain jarak, kekuatan, lamanya getaran ada dua faktor lagi yaitu kondisi tanahnya seperti apa dan bangunannya seperti apa. Apakah gelombangnya tentu akan dipantulkan, diperbesar atau menjalar seperti biasa,IKG itu menjawab. Setelah kita tahu kondisi tanah terhadap kerentanan getaran gempa kita selanjutnya bisa membangun. Jadi saya berbicara diluar ZRB, Kalo IKG seperti itu.”
“Berangkat dari kondisi tanah, selama ini masyarakat hanya tau mengandung air satu meter, misalnya kemarin sebelum terjadi gempa ingin tinggal di petobo, di Balaroa yang airnya tidak sampai satu batang pipa sudah ada.sekarang mereka tahu mau tinggal dimana, mungkin tanahnya subur seperti di sigi. Mereka sudah tahu seperti apa.”
“Banyak kementrian yang ada disitu, nah BMKG tidak mau tanda tangan karena hasilnya beda dengan Indeks Keterantanan Gempa Bumi (IKG) kita juga tanggungjawab kalo IKGnya seperti itu. IKG itu se Kota Palu. Kemarin dari sigi Juga Survei, di Donggala kita Survei juga hasilnya seperti itu. Mungkin nanti berkembang tergantung dari pemerintah daerah masing-masing. Mungkin tahun ini kita mu masuk ke Toli-Toli untuk menghasilkan produk seperti itu. Intinya ZRB dan Peta kita (ZRB) itu beda. Tutupnya
Sementara itu, Bartholomeus Tandigala Kepala BPBD Sulteng ditemui di Kantornya. Rabu (29/01/2020) justru mengatakan bahwa BMKG sudah menandatangani Peta Zona Ruang Rawan Bencana
“Semua sudah disetujui, semua sudah ditanda tangan. Pada beberapa waktu yang lalu itu yang bersangkutan tidak hadir (Kepala BMKG) hanya di paraf tetapi setelah itu di tanda tangan, semua sudah di tanda tangan dan Sudah sah.”
“Jadi untuk informasi tentang zona rawan bencana wilayah kota palu dan sekitarnya itu tolong disampaikan kepada masyarakat bahwa yang disepakati sekarang ini adalah eks-likuifaksi dan eks-Tsunami. kemudian di jalur patahan Palu Koro Itu semua tempat-tempat atau wilayah-wilayah yang dilarang untuk bermukim” .
“mungkin nanti bisa melakukan aktivitas lain tetapi bukan untuk pemukiman. Itu disampaikan ke masyarakat bahwa lokasi eks-likuifaksi, eks-tsunami dan patahan Palu Koro memang sudah pernah di patok itu semua tempat-tempat yang dilarang untuk membangun kembali, dilarang untuk bermukim.”Jelasnya,
Terpisah, Ketua DPRD Sulteng DR Hj Nilam Sari Lawira (NSL) dihubungi mengaku bahwa belum ada pembahasan Raperda RTRW Sulteng hasil dari Peta ZRB. Tapi, ia berjanji akan menyeriusi percakapan viral warganet tersebut sesuai informasi publik.
‘’Terima kasih akan kami perhatikan masukannya dan akan diperhatikan.
PETA Zonasi Rawan Bencana (ZRB) yang ditandatangani beberapa waktu yang lalu di ruangan Wakil Presiden RI kala itu Jusuf Kalla yang tidak ditandatangani BMKG Pusat viral dan menjadi bahan percakapan warganet. Viralnya peta ‘tanpa tandatangan’ BMKG awal mulanya ditemukan Kompas. Media nasional menulis dalam twitnya soal tersebut.
BMKG Pusat enggan menandatangani karena kajiannya diabaikan oleh tim. Yaitu Zona 1 (areal pengembangan) yang ditetapkan menurut BMKG salah. Yang benar Zona 1 adalah Zona 3 (areal terbatas). Akibatnya, Deputi Geofisika M Sadly enggan memberikan tandatangan mewakili Kepala BMKG Pusat, Dwikorita Karnawati.
Sontak screen shot (SS) twitter Kompas itu beredar luas dan viral di Palu Sigi Donggala dan Parigi Moutong (Padagimo). Sejumlah pihak memberikan keterangan. Bahkan, forum Sulteng Bergerak meminta pembahasan RTRW dipending agar nantinya Perda RTRW tidak cacat. ***
Reporter: Andono Wibisono/Arman Seli