Morowali,- Kapolres Morowali, AKBP Bayu Indra Wiguno mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum mendapat informasi terkait adanya dugaan pelanggaran lingkungan yang dilakukan perusahaan pertambangan PT Teknik Alum Service (TAS).
Pernyataan ini disampaikan Kapolres Morowali, AKBP Bayu Indra Wiguno saat dikonfirmasi terkait dugaan pelanggaran lingkungan PT TAS yang terjadi di wilayah desa Torete Kecamatan Bungku Pesisir Kabupaten Morowali.
“Kita belum mendapat informasi tentang pencemaran lingkungan seperti apa yg terjadi di sana, apakah penggunaan bahan kimia atau tidak, harus ada penelitian dari dinas lingkungan hidup” jelasnya.
Ia menambahkan, pihak berwenang yang berhak menyatakan ada atau tidaknya pencemaran lingkungan adalah Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan menyarankan untuk mengkonfirmasi kepada pihak DLH. Namun demikian, mengenai dugaan pencemaran lingkungan tersebut, pihaknya akan menyelidiki lebih dalam.
“Sementara kita akan selidiki lebih dalam masalah pencemarannya” kata Kapolres Morowali.
Berdasarkan hasil pantauan atau verifikasi lapangan, di lokasi penambangan PT TAS yang dilakukan secara bersama, antara pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Pemerintah Desa (Pemdes), pihak perusahaan dan masyarakat terdampak ada sejumlah temuan-temauan lapangan.
Pertama, kegiatan penambangan tidak mengikuti kaidah penambangan yang benar.
Kedua, tidak ditemukan disposal area tempat penampungan sementara top soil dan over burden yang selanjutnya dapat digunakan dalam proses reklamasi.
Ketiga, belum dilakukan penataan lahan dan reklamasi secara baik, pada lokasi pit 1 dan pit 2 yang telah dinyatakan mine out.
Keempat, terdapat dua buah sedimen pound yang jebol pada pit 1 (telah diperbaiki) dan pit 2 dengan kordinat s. 3″ 0’3,73″ dan E. 122′ 15″.
Kelima, akibat jebolnya sedimenpon tersebut, telah terjadi sedimentasi atau endapan lumpur di luar wilayah pit penambangan, sampai keluar wilayah IUP PT. TAS, yang merupakan lahan atau kebun masyarakat.
Keenam, endapan lumpur yang menggenangi lahan atau kebun, masyarakat memiliki ketebalan yang bervariasi, antara 5 cm sampai dengan 70 cm dan mengakibatkan terganggunya kegiatan pertanian masyarakat.
Ketujuh, jenis tanaman yang terkena dampak akibat endapan lumpur adalah tanaman kakau, pala, sagu dan kopi, dan
Kedelapan, terdapat tebaran debu disekitar jalan holing, akibat kurang maksimalnya penyiraman jalan.
Sehingga dalam berita acara tersebut dituangkan saran atau rekomendasi, agar perusahaan wajib mengikuti kaidah penambangan yang baik dan benar, dan membuat disposal area sebagai tempat penampungan sementara top soil dan over burden.
Kemudian, segera melakukan reklamasi pada pit-pit, yang dinyatakan main out serta merehabilitasi sedimen pound yang ada. Berdasarkan kaidah konstruksi teknis yang di persyaratkan, pihak perusahaan juga diminta segera melakukan identifikasi lahan, kebun masyarakat yang terkena dampak sedimentasi atau endapan lumpur.
Selanjutnya, pihak perusahaan diminta melakukan remediasi alias pemulihan atau kompensasi pada lahan yang terkena dampak dan berkoordinasi aktif dengan Pemkab, Pemdes dan masyarakat terkena dampak.
Ada enam point rekomendasi yang ditertuang dalam berita acara hasil verifikasi lapangan, dengan catatan, poin 1 sampai 5, wajib diselesaikan paling lambat 30 hari kerja, terhitung ditanda tanganinya berita acara ini dan melaporkan hasilnya ke Pemda melalui DLHD Morowali.
Terpisah, Ketua BPD Torete Baharudin saat dikonfirmasi menjelaskan, bahwa ada 4 lokasi kebun masyarakat yang terdampak akibat penambangan PT. TAS. Yakni, dilokasi kebun Lamoito, Opa, Lansusulura dan Lalantomansi.
“Persoalan dampak ini, bukan persoalan yang baru tapi sudah terjadi sejak tahun 2014. Perusahaan kurang perhatian mengenai dampak lingkungan dan cenderung hanya mengejar keuntungan semata” tandasnya. ***
Reporter: Bambang Sumantri