Palu,- Belum lama ini, Rektor Universitas Tadulako (Untad) Prof Dr Ir H Mahfudz MP, dilaporkan oleh sejumlah guru SMA Labschool Untad ke Presiden Joko Widodo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dan Ombudsman Republik Indonesia atas pemecatan sepihak.
Laporan itu dilakukan karena Prof Mahfudz selaku Rektor yang menaungi SMA Labschool sebagai unit bisnis, bukan bagian organisasi (OTK) untad, yang dinilai menyalahgunakan jabatan dengan tindakan yang mengarah SARA.
Menanggapi hal tersebut, Prof Mahfudz, sapaan akrab Rektor Untad itu memberikan komentar, bahwa dirinya melakukan pemberhentian lima guru honor dan 1 guru Pegawai Negri Sipil (PNS). Sedangkan kata Rektor, guru PNS tersebut sebelum pemberhentiannya, Ketua Pusat Pengembangan Usaha (PPU) menerima surat penarikan yang bersangkutan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah, sehingga statusnya bukan lagi guru labschool.
“Dan 5 orang guru honorer, 2 diantaranya muslim, maka saya nyatakan pemberhentian guru honorer tersebut murni atas dasar hasil evaluasi oleh atasan langsungnya, yakni kepala sekolah. Selanjutnya oleh ketua PPU mengusulkannya ke rektor untuk di SK kan, bukan atas dasar unsur SARA,” jelas Prof Mahfudz.
Perlu saya tegaskan, kata Dia, bahwa sebelum pengelolaan labschool oleh PPU, sebelumnya pada awal berdirinya tahun 2013 labschool dikelola oleh yayasan kesejahteraan Untad yang pendirinya adalah Prof Basir, Prof Mery Napitulu dan Prof Sahir, serta pengurus harian adalah Dr Gazali lemba (Dekan FKIP).
“Pengurus yayasan inilah yang mengatur segalanya mulai penerimaan guru, pegawai dan keuangan dll. Kala itu Untad tidak terlibat, tapi setelah keluar peraturan Menteri Keuangan no 136/PMK05/2016 tentang pengelolaan aset badan layanan umum, makan sejak itu unit usaha/bisnis yang memanfaatkan aset BLU tidak boleh di kelola yayasan dan menjadi temuan BPK dan harus di Perguruan Tinggi lain yang mengelola Labschool nya,” jelas Prof Mahfudz.
Ia melanjutkan, maka sejak tahun itu Rektor mengalihkannya ke PPU sebagai pengelolanya. Sehingga, kata Dia, urusan penerimaan dan pemberhentian guru, pemberian honor dan pengembangan sekolah menjadi urusan PPU. Jadi, Rektor membuat SK pemberhentian atau pengangkatan guru karena Rektor selaku kuasa pengguna anggaran.
“Marilah kita memandang masalah ini secara jernih tanpa ada unsur provokatif, mungkin saudara saya 5 orang akan mendapatkan pekerjaan atas rezki di tempat lain yang lebih baik dari sebelumnya. Adik-adik saya itu masih muda dan masih banyak peluangnya, Insya Allah,” pungkas Rektor.***
Reporter: Yohanes Clemens