PALU,- Hingga menjelang Ramadhan 1441 hijriyah dan situasi wabah virus korona Pemkot Palu adalah daerah yang paling rendah penyaluran dana stimulan tahap kedua, yaitu hanya 18,81 %. Ini jauh lebih dari Kabupaten Sigi 39,80 %, Kabupaten Donggala 58, 47 % dan Kabupaten Parigi Moutong 43,63 %.
Selain rendahnya prosentase penyaluran dana Stimulan II, di Kota Palu juga ada 5.500-an tenaga kerja dirumahkan dan di-PHK menambah rendahnya daya beli warga kota menyulut tinggi angka kemiskinan di Palu.
Fakta berikutnya, dalam menangani Covid 19, Pemkot Palu diduga salah membeli Rapid Test sebanyak 4.000 buah. Harusnya yang dibeli adalah Rapid Test untuk C 19, tapi yang dipesan adalah Rapid Test Dengeu Fever atau Demam Berdarah (DBD). Tak hayal, harga Rapid Test perbuah adalah Rp 70.000 x 4.000 = 280.000.000,- (dua ratus delapan puluh juta rupiah) kerugian.
‘’Kadis Kesehatan sempat minta izin Wali Kota saat akan membeli karena mendapat harga murah, ternyata yang datang Rapid Test DBD. Harga sebenarnya Rapid Test untuk korona itu empat ratus ribuan satu buahnya. Sempat kita yang di Undata di bilang bodoh membeli hehehe,’’ ujar sumber meyampaikan.
Data dan fakta atas diperoleh dari Pemprov Sulteng ketika video conference (Vidcom) Sekdaprov Hidayat Lamakarate dengan BNPB RI dan Depnaker Sulteng Minggu Kedua April 2020 seperti yang dilansir kailipost.com sebelumnya.
Sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi perguruan tinggi di Palu menyayangkan fakta – fakta dan data tersebut. Menurutnya, sebaiknya Wali Kota sudah dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya ke publik melalui Dewan kota. Mengingat data dan fakta itu berkaitan dengan kebijakan publik yang bertalian dengan tugas seorang kepala daerah.
‘’Wali Kota harus menjelaskan ke wakil rakyat mengapa data dan fakta yang memprihatinkan itu terjadi. Wakil rakyat juga harus ikut mencarikan formula solusinya. Jangan hanya mengeritik, tapi haris juga membantu. Siapa tau Pak Wali sudah butuh dibantu,’’ ujar Rahmat salah satu pengajar di salah satu kampus di Palu.
Sebelumnya, anggota Dekot Palu mengeritik penyaluran dana Stimulan II yang tersendat. Bahkan, sejumlah Anleg menpertanyakan bahwa alasan klasik adalah soal data korban dan penyintas yang berhak menerima dana dari APBN itu. Politisi Dekot kadang juga mulai curiga soal data pengungsi sering berubah, dugaan jasa giro hingga motif lainnya.
Kemarin (20/4/2020) misalnya, Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Hidayat Lamakarate turut prihatin penyaluran dana stimulan tahap kedua. Palu presentase masih sangat rendah yaitu hanya 18,81 % saja. Alasannya pun klasik selalu terkait dengan data. ***
reportase: Shinta firzah