Ini Penjelasan Muhd Nur Sangaji Soal Tulisan Opini Berjudul, Kampusku sayang, Kampusku Malang

  • Whatsapp

Palu– Kampus itu adalah benteng moral yang terakhir. Kalau dia jebol, hancurlah peradaban umat manusia. Karena, di sana manusia dididik. Itu alasan pertama saya menulis judul itu. Kedua, saya ditugaskan oleh negara menjadi pengajar mata kuliah pendidikan karakter dan anti korupsi. (SY sebut di artikel itu). Jadi, saya berkewajiban menggugah nurani publik untuk berpihak kepada kebaikan. Tiga, fakta terjadi penyimpangan perilaku (devian behavior), pada oknum mahasiswa dan oknum rektor dengan bukti yang terang benderang, ujar Muhd Nur Sangaji Kepada Kailipost.com melalui WhatsApp.

Nur Sangaji melanjutkan, sudah lebih dua ratusan artikel yang saya buat, baru kali ini saya bertemu dengan gugatan yang menurut saya, tidak mungkin terjadi pada seseorang berstatus mahasiswa. Mestinya, dia ada di belakang saya, karena apa yang saya tulis itu adalah bagian dari gerakan moral untuk pendidikan dan bangsa, jelasnya.

Lebih lanjut, Nur Sangaji juga menaggapi soal lontaran kata mahasiswa itu, menurut Dia, sebenarnya saya itu berfikir biasalah. Saya ini kan pernah menjadi tokoh mahasiswa, ketua Senat, sekarang namanya BEM, Pada saat bersamaan menjadi ketua HMI cabang Palu. Jadi, saya sangat memahami dinamika kemahasiswaan. Saya berpandangan bahwa mahasiswa harus kritis. Dan itu mungkin expresi untuk belajar kritis, ujarnya.

“Mahasiswa ini mencoba gunakan hak kebebasan mimbar akademik untuk menggugat hak kebebasan mimbar akademis yang saya miliki. Karena saya faham kebebasan mimbar akademik itu, maka artikel tersebut saya ikutkan identitas saya selaku dosen mata kuliah pendidikan karakter dan anti korupsi. Jadi, saya sedang menjalankan misi profesi saya sebagai Dosen,” katanya.

Ia melanjutkan, kalua mahasiswa ini kritis, harusnya dia mendebat pikiran opini itu dengan opini juga. Begitulah, tradisi akademik yang diajarkan sejak berabad abad silam. Sangat disayangkan, sebab yang bersangkutan malah menggunakan bahasa yang kurang beradab (fitnah, menghina dan ujaran kebencian). Tapi, karena ini mahasiswa, saya pikir, mungkin dia sedang belajar mengekpresikan jiwa mudanya. Dan, saya hargai bila itu pikiran murni mereka sebagai insan akademik yang independen, ungkap Nur Sangaji.

“Saya juga berfikir, mereka belum baca tulisan itu secara utuh, dengan pikiran dan hati. Tapi, terus terang, saya benar benar tersentak ketika yang bersangkutan mengeluarkan kata kata bernada ancaman pada pernyataan terakhirnya (nuansa post, 29/5/2020). Dan, saya memandang ini persoalan seriuus. Andai-andai yang diungkap mahasiswa itu, patut diduga berpotensi kekerasan dan teroor,” ungkapnya.

Selaku guru, lanjutnya, saya akan menjelaskan bila mereka bersedia menemui saya. Tapi, selaku ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Sulawesi Tengah, saya berkewajiban meneruskan persoalan ini hingga ke tingkat pusat. Karena, dugaan tindakan yang berpotensi kekerasan dan teror adalah persoalan yang tidak bisa dianggap sepele.

“Kalau mereka benar-benar melapor ke Polisi, saya akan menentukan sikap saya. Karena mereka menggunakan hak-nya untuk mengadu pada negara, maka saya pun akan menggunakan hak saya untuk hal yang sama. Begitulah seharusnya, cara kita bernegara. Agar menjadi pelajaran bagi generasi selanjutnya,” pungkasnya. ***

Reporter: Yohanes Clemens

Berita terkait