Palu,- Anggota Legislatif (Anleg) Kota Palu Mutmainah Korona menyebut kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Palu melakukan penebangan ratusan pohon di ruas jalan utama di Kota Palu “aneh bin ajaib”.
Menurut Mutmainah, Pemkot seharunya tidak mengambil kebijakan menebang pohon dengan dalil untuk kepentingan penataan dan pembangunan Kota.
Pembangunan infrastruktur harusnya tetap memperhatikan aspek ekologi yang tidak mengorbankan lingkungan. Apalagi pohon tersebut telah tumbuh sangat lama di tengah Perkotaan.
“Bisa dipahami bahwa Kota Palu memang membutuhkan untuk menata dan membangun dekorasi Kota dengan melakukan program pelebaran jalan dan drainase, yang dianggap sebagai wilayah pengguna jalan dan mengatasi pengairan air ke jalan. Tapi mengorbankan lingkungan dengan menembang pohon besar itu juga yang kurang bijak,” ungkap Mutmainah, kepada kailipost.com, Sabtu (24/10/2020).
Mutmainah mengatakan, penghilangan pohon di ruas jalan justru memberikan dampak bagi masyarakat utamanya para pengguna jalan yang kehilangan tempat pelindung. Bahkan ekosistem lainnya pun ikut terdampak. Padahal, keberadaan pohon bertujuan menjaga stabilitas lingkungan dan resiko terjadi banjir, sebab fungsi pemohonan juga bisa menyerap air.
“Pembangunan infrastruktur tanpa memperhatikan ekologi itu menciptakan persoalan baru seperti banjir, tingkat pencemaran polusi udara yang selama ini CO2 bisa di serap oleh pohon. Mengubah pohon dengan beton itu tidak menolong warga sekitarnya kecuali pohon tetap terjaga,” jelas Mutmainah.
Legislator asal NasDem ini lantas mempertanyakan, apakah Pemkot Palu mempunyai kajian teknis dan kajian lingkungan terkait program tersebut? Jika ada, dirinya meminta untuk diserahkan kepada DPRD Kota Palu sebagai bagian dari bahan analisa untuk pengawasan kebijakan itu. “Jika tidak ada, patut disayangkan,” katanya.
Padahal jika mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, sangat jelas mengamanatkan bagi setiap Kota harus memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30 persen dari total wilalah Kota itu sendiri.
“Luas Kota Palu sebesar 395,06 KM persegi. Maka, seharusnya pohon-pohon yang ada harus di jaga bukan ditebang,” sebut Mutmaimah.
Berdasakan analisa, RTH Kota Palu sebagaimana dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tersebut masih belum memadai atau belum mencapai 30 persen. Sehingga, sangat disayangkan sebanyak 200 sekian pohon di beberapa area Kota Palu harus dihilanglat, tak terkecuali di Jalan Kartini Palu. Padahal pepohonan merupakan investasi peradaban lingkungan yang harus tetap terjaga. Tetapi di rusak atas nama pembangunan.
“Apakah penebangan pohon menjadi satu-satunya solusi dan tidak ada alternatif lain untuk memecahkan persoalan kemacetan dan drainase,” tanya Mutmainah.
Sekretaris Fraksi NasDem DPRD Kota Palu ini juga mengatakan, program penataan Kota harus mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Palu, sementara Ranperda RTRW san RDTR ini masih proses pembahasan dan belum disahkan.
“Seharusnya, selesaikanlah dulu kebijakan tingkat hulu baru bicara tentang perbaikan program, apalagi sampai harus mengorbankan pohon-pohon besar yang telah berkonstibusi besar atas keberlanjutan ekolologi di Kota Palu. Ini namanya belum selesai dua bencana, menambah bencana baru yaitu ancaman krisis ekologi di depan mata,” ungkap Mutmainah.***
Reporter: Supardi