Palu,- Semenjak Covid-19 pertama kali masuk di Kota Palu pada Maret 2020 lalu, Pemerintah terus mengupayakan agar dapat memutuskan rantai penyebaran virus agar tidak meningkat secara signifikan. Salah satunya adalah mengaktifkan pos pemeriksaan di pintu-pintu masuk perbatasan Kota Palu yang mulai aktif sejak Juni 2020 hingga saat ini.
Di pos-pos perbatasan Covid-19 tersebut, setiap pelaku perjalanan wajib melapor kepada petugas dan menunjukkan surat kesehatan baik Rapid Test atau Swab Test dengan hasil negatif kepada petugas agar dapat melanjutkan perjalanan.
Namun, kenyataannya masih ada saja pihak-pihak yang tidak mematuhi aturan yang berlaku selama ini. Salah satu oknum pelaku perjalanan yang paling bandel dan enggan mengikuti aturan yakni oknum pengendara dengan Kendaraan Mobil/Motor berplat merah yang diketahui merupakan kendaran dinas milik Pemerintah sendiri.
Pengakuan ini disampaikan salah satu Perawat yang menolak disebutkan namanya kepada redaksi kailipost.com, Kamis (31/12/2020). Ia mengatakan selama enam bulan menjaga di pos perbatasan Covid, salah satu oknum yang bandel dan tidak menaati aturan adalah oknum dengan kendaraan berplat warna Merah.
“Saat saya ditempatkan di Pos Watusampu kesan yang paling saya ingat adalah Mobil-mobil yang berplat merah itu selalu lolos-lolos saja tanpa ditahan. Saya merasa ini tidak adil untuk orang kecil,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini sangat tidak adil, karena selama ini warga biasa selalu mematuhi aturan dan membawa surat-surat kesehatan yang diminta petugas agar bisa melanjutkan perjalanan. Namun, pelaku perjalanan berplat merah selalu lolos tanpa pemeriksaan.
Padahal, seharusnya pelaku perjalanan berplat Merah yang merupakan kendaraan Dinas memberikan contoh yang baik, mengingat virus Covid-19 bisa menyerang siapa saja dan kebanyakan adalah orang-orang besar yang sering melakukan perjalanan keluar daerah.
Selain itu, Perawat yang telah berjaga di 6 posko Darat, 3 posko Bandara dan 2 posko Pelabuhan itu mengaku, selama 6 bulan melaksanakan tugas sebagai garda terdepan justru perhatian Pemerintah kepada tenaga medis semakin kurang dari hari ke harinya.
“Seperti baju Hasmat, hanya awal-awal saja tersedia. Sekarang sudah kurang bahkan tidak ada. Poskonya juga sudah tidak memadai dan gaji pun tersendat-sendat,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, di penghujung tahun 2020 ini, gaji akhir para Tenaga Medis juga telah dipotong dan tidak ada kejelasan kedepannya karena SK yang dijanjikan Pemerintah sampai hari ini pun masih tidak ada.
“Dan sekarang ini, nasibnya kita juga belum jelas. Ada kabar beredar per tanggal 31 Desember 2020 semua relawan Medis di perbatasan diberhentikan, dan diambil alih oleh Puskesmas di wilayahnya masing-masing. Tapi herannya tidak ada pemberitahuan secara resmi. Per hari ini relawan Kesehatan tidak jelas nasipnya seperti habis manis sepah dibuang,” tandasnya.***
Reportase: Indra Setiawan