Longsor PETI Buranga, Komnas HAM Sulteng: Nyata ada Praktek Kejahatan atas Lingkungan

  • Whatsapp
Kondisi terkini kawasan longsor PETI Buranga pada Kamis (25/02) Subuh tadi, saat proses evakuasi dilakukan sebelum dihentikan sementara pada pukul 05.00 WITA/Foto: IST

PARIMO,- Ketua Komnas HAM-RI Perwakilan Sulteng, Dedi Askary, SH menyatakan, longsor yang terjadi di Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Desa Buranga Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) merupakan tamparan yang luar biasa bagi aparat Penegak Hukum dan Instansi Sektoral di Sulawesi Tengah (Sulteng).

“Seperti Dinas Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah setempat baik Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten. Demikian juga bagi Inatitusi yang terhormat, baik DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten,” ungkap Dedi dalam rilis ke redaksi kailipost.com, Kamis (25/02/2021) pagi.

Ia mengungkapkan, hal ini dikarenakan banyak pihak yang telah khianat atas mandat kelembagaan yang melekat di Institusi masing-masing. Lebih jauh sebutnya, ini merupakan wujud ketidak berpihakan atas penerapan berbagai instrumen hukum dan perundang-undangan, baik yang bersifat “penal” maupun “non penal”.

“Sangat tidak elok kita berkelit dengan argumentasi itu bukan kewenangan Kabupaten atau bukan pula kewenangan Provinsi, atau kami oke-oke saja dan siap lakukan langkah penertiban, tapi tolong komunikasikan dengan pimpinan-pimpinan di atas,” ujarnya.

Menurut Ketua Komnas HAM Sulteng, argumentasi-argumentasi demikian, adalah sebuah kekonyolan, karena memanfaatkan celah hukum terkait soal-soal teknis, hanya untuk mendapatkan “rente” dalam skema terselubung.

Dedi menuturkan, jika sudah terjadi seperti ini, siapa yang akan salahkan? Korporasi mana yang hendak dimintakan pertanggungjawabkan? atau kembali memposisikan rakyat jelata sebagai kambing hitamnya.

“Hal-hal seperti inilah, kenapa sejak awal Komnas HAM dorong dan minta agak PETI-PETI ini ditertibkan, agak dilakukan moratorium lakukan eksploitasi areal-areal yang potensial memiliki kandungan pertambangan golongan strategis seperti emas dan lain sebagainya,” sebutnya.

Untuk selanjutnya, Dedi menyarankan untuk melakukan penataan dengan baik dan benar yang dibarengi dengan pemenuhan berbagai prasyarat yang telah ditentukan dalam berbagai instrumen hukum dan perundang-undangan.

“Kalau praktek-praktek seperti ini terus dibiarkan, jangan kaget kedepannya, alam akan kembali murka dengan kita,” tandasnya.

Lebih jauh, Dedi pun menanyakan kapankah Daerah ini (Sulteng) rakyatnya dapat menikmati kesejahteraan dari hasil pengelolaan SDA secara baik dan Benar. Menurutnya, sungguh sebuah prestasi yang memalukan jika daerah dengan potensi SDA yang melimpah, mayoritas kehidupan ekonomi masyarakatnya berada dibawah garis kemiskinan.

Dedi mengatakan, sumber pendapatan daerah selama ini nihil karena para pejabatnya salah urus daerahnya. Pajak mestinya menjadi sumber daya yang sangat membantu pemerintah untuk mengurus masyarakatnya.

“Tidak heran melonjaknya angka kemiskinan, berbanding lurus dengan produk-produk hukum dan kebijakan pemerintahan yang sama sekali tidak memiliki keberpihakan pada upaya atau langkah-langkah dalam pemenuhan hak atas kesejahteraan rakyat. Malah yang terjadi, suara-suara yang mengatasnamakan rakyat, juga berbanding lurus dengan laju kejahatan lingkungan yang dilakukan, contoh nyatanya adalah longsor di areal PETI Buranga,” tutupnya. ***

Editor: Indra Setiawan

Berita terkait