Nelayan Teluk Palu Minta Tambatan Perahu

  • Whatsapp
Tanggul Silebeta Teluk Palu @Kailipostcom /Yohanes Clemens
banner 728x90

Palu,- Pembangunan tanggul disepanjang teluk palu atau tanggul Silebeta (Silae, Lere, Besusu Barat dan Talise) yang bertujuan untuk menghalau tsunami, dinilai banyak merugikan nelayan. Pasalnya sampai sekarang banyak perahu yang rusak karena ombak, hingga menghantam batuan tanggul.

“Persoalannya aktivitas nelayan merosot, karena ketika melaut perahu rusak akibat pasak ombak dan terbentur batu,” ujar Ketua Kelompok Nelayan Talise, Arham, Rabu (3/2/21).

Bahkan, kata Arham, sebenarnya sudah dua tahun lalu saya sampaikan hal tersebut, namun sampai sekarang ini belum ada realisasi. Dan, katanya, jika kita mengacu pada Undang-Undang nomor 7 Tahun 2007 adalah hak nelayan menguasai pesisir pantai dan pulau-pulau terpencil yang ada di luarnya.

“Ada juga dari sisi positifnya, penangkal ombak ada juga, karena mengurangi abrasi pantai dan yang merasakan itu nelayan,” jelasnya.

Namun, kata Dia, dimana lagi kita mau menaruh perahu, di sana ada batu disini juga ada batu, sementara nelayan sudah banyak. Dan yang terjadi sekarang ini adalah pekerjaan jalan terus, tapi tambatan perahu tidak ada. Bisa kita lihat, yang di kampung nelayan tambatan perahu sementara sudah di buatkan kemarin, namun, di besusu belum ada. Sedangkan, nelayan di besusu kurang lebih 34 orang untuk di Talise berkisar 140.

“Seharusnya pemerintah dan perusahaan harus berangkat dari keinginan masyarakat di wilayahnya masing-masing. Maka saya berharap, segera dibuatkan tambatan perahu, karena kami juga berusaha agar bisa menyaingi nelayan yang ada diluar daerah,” pungkasnya. *

Palu,- Pembangunan tanggul disepanjang teluk palu atau tanggul Silebeta (Silae, Lere, Besusu Barat dan Talise) yang bertujuan untuk menghalau tsunami, dinilai banyak merugikan nelayan. Pasalnya sampai sekarang banyak perahu yang rusak karena ombak, hingga menghantam batuan tanggul.

“Persoalannya aktivitas nelayan merosot, karena ketika melaut perahu rusak akibat pasak ombak dan terbentur batu,” ujar Ketua Kelompok Nelayan Talise, Arham, Rabu (3/2/21).

Bahkan, kata Arham, sebenarnya sudah dua tahun lalu saya sampaikan hal tersebut, namun sampai sekarang ini belum ada realisasi. Dan, katanya, jika kita mengacu pada Undang-Undang nomor 7 Tahun 2007 adalah hak nelayan menguasai pesisir pantai dan pulau-pulau terpencil yang ada di luarnya.

“Ada juga dari sisi positifnya, penangkal ombak ada juga, karena mengurangi abrasi pantai dan yang merasakan itu nelayan,” jelasnya.

Namun, kata Dia, dimana lagi kita mau menaruh perahu, di sana ada batu disini juga ada batu, sementara nelayan sudah banyak. Dan yang terjadi sekarang ini adalah pekerjaan jalan terus, tapi tambatan perahu tidak ada. Bisa kita lihat, yang di kampung nelayan tambatan perahu sementara sudah di buatkan kemarin, namun, di besusu belum ada. Sedangkan, nelayan di besusu kurang lebih 34 orang untuk di Talise berkisar 140.

“Seharusnya pemerintah dan perusahaan harus berangkat dari keinginan masyarakat di wilayahnya masing-masing. Maka saya berharap, segera dibuatkan tambatan perahu, karena kami juga berusaha agar bisa menyaingi nelayan yang ada diluar daerah,” pungkasnya. ***

Reporter: Yohanes Clemens

Berita terkait