Palu,- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Purn Doni Monardo memberikan deadline (batas waktu) penyelesaian tahap rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam Pasigala Sulawesi Tengah hingga akhir 2021. Alasan Doni, tahap tersebut telah memakan waktu dua tahun, tiga bulan. Pernyataan ini disampaikan Doni 31 Maret 2021 saat di Palu kemarin.
Akankah sanggup pemerintah daerah? Bahkan Doni meminta gubernur segera mendorong bupati/wali kota untuk bergerak cepat. ‘’Tahun ini harus selesai,’’ tandas jenderal pensiunan bintang tiga itu.
Doni menyadari molornya tahap rehab/rekon terkendala lahan. Olehnya, kerja sama semua pihak, termasuk instansi vertikal, atau kementerian agar segera mencari solusi atas lahan.
Pada kesempatan itu, Gubernur Longki Djanggola menyebut Inpres No 10/2018 telah berakhir 28 Desember 2020. Dirinya juga sudah menyampaikan usulan perpanjangan melalui Kepala BNPB Doni Monardo. Perpanjangan Inpres sangat penting guna menjadi payung aparat bekerja di lapangan. ‘’Sekiranya segera ada payung hukum untuk kegiatan penyelesaian tahap rehab dan rekon, termasuk nanti dengan bank dunia,’’ keluh Longki.
Dari dua pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pemerintah pusat sejak awal dinilai kurang serius menyesaikan bencana alam Pasigala 7,4 SR yang kerusakannya sangat masif dan berat di dua kabupaten dan satu kota 28 September 2018 lalu.
Pertama; kata aktifis kemanusian dan HAM Sulteng, Robi Ibrahim bencana alam Pasigala berstatus bencana alam daerah, bukan bencana nasional. Beda dengan gempa Mamuju yang tidak terlalu parah disebut bencana nasional.
Anehnya, kata Robi, perlakuan bencana di Pasigala dilakukan secara nasional. ‘’Bencana daerah tapi diperlakukan atau treatment secara nasional. Akibatnya penanganannya di lapangan banyak menjadi kendala. Semua pusat kendalikan. Termasuk itu Inpres No 10/2018 sudah berakhir 2020 lalu hingga sekarang presiden belum jelas memperpanjang atau tidak. Tentu tanpa regulasi yang jelas pejabat akan takut di lapangan. Siapa mau disebut penyalahgunaan kewenangan di lapangan,’’ tandas Robi serius.
Kedua; Ada ketidak-seriusan menyelesaikan data penyintas penerima bantuan. Mulai bantuan stimulan hingga lainnya. Ada kesengajaan bahwa data tidak diselesaikan dengan serius. Akibatnya selalu ada perbaikan data. ‘’Kalau tidak mampu mengurus data pengungsi bagaimana bisa mengurus kepentingan pengungsi yang lain. Ini sebaiknya aparat penegak hukum segera masuk dan memeriksa. Ada apa dengan data pengungsi? Berapa dana yang sudah stand by untuk pengungsi? Dimana uangnya? Disimpan di bank apa? Apakah jasa giro dana itu dipertanggung jawabkan?
Ketiga; Bupati Sigi, Bupati Donggala dan Wali Kota Palu sebaiknya dipanggil khusus gubernur untuk menyesaikan up dating data penyintas dengan menggunakan sistem E-penyintas. ‘’Dunia ini sudah canggih. Tehnologi apa yang mau dipakai sudah siap. Sistem apa akan digunakan banyak ahlinya. Kenapa gubernur tidak seriusi ini lewat BPBD Sulteng? Sekarang ini biar orang dalam kamar mandi bisa disadap dan ketahuan apa saja dilakukan. Mengapa buat sistem data penyintas sudah dua tahun tidak selesai – selesai? Ganti pejabatnya kalau gaptek. Ambil staf staf ahli komputer dan sistem. Ini juga saya nilai masalah,’’ terangnya.
Keempat; Robi mengusulkan agar pejabat kementerian yang mengurus tahap rehab/rekon di Sulteng diganti oleh menteri. Sudah cukup fakta kinerja mereka. ‘’Kurang apa buktinya? Pak Doni saja sudah sentil itu. Koordinasi pejabat vertikal dengan pejabat daerah agar segera selesai,’’ tandasnya. ***
editor/sumber: andono wibisono/setdaprov sulteng