Sigi,- Karsa Institute selaku organisasi masyarakat sipil di Sulawesi Tengah yang konsern pada upaya pengakuan masyarakat hukum adat dan hutan adat memberikan apresiasi atas kegiatan verifikasi teknis (vertek) atas usulan Hutan adat Toro di Desa Toro Kecamatan Kulawi dan Hutan Adat Moa di Desa Moa Kecamatan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi pada tanggal 6-11 April 2021 yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kegiatan verifikasi teknis atas usulan hutan adat ini mengacu pada Peraturan Menteri LHK No.21 Tahun 2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak serta menindaklanjuti usulan Komunitas adat To Kulawi Moma di Ngata Toro dan To Kulawi Uma di Moa. Sebelumnya pada 24 januari 2018 Karsa Institute telah membantu memfasilitasi kedua komunitas ini untuk mengajukan permohonan pengakuan hutan adat mereka kepada Menteri LHK, Orang Toro mengusulkan hutan adat seluas kurang lebih 9.658 hektar dan Moa seluas 7.735 hektar.
Syaiful Taslim selaku Direktur Operasional Karsa Institute menjelaskan, pengakuan hutan adat oleh Negara merupakan amanat konstitusi sebagaimana dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.35 Tahun 2013 yang mengakui hutan adat.” Pengakuan hutan adat oleh Negara merupakan mandat konstitusi untuk mengakui keberadaan masyarakat adat dan hutan adat di wilayah mereka, dan yang lebih penting pengakuan ini juga bisa dimaknai sebagai upaya berbagi tanggungjawab menjaga dan mengelola hutan oleh negara kepada masyarakat adat” ungkapnya.
Olehnya menurut Syaiful, Karsa sangat mengapresiasi langkah KLHK menindaklanjuti usulan komunitas dengan melaksanakan kegiatan Verifikasi teknis yang melibatkan para pemangku kepentingan baik di tingkat nasional maupun daerah, serta mengapersiasi Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi yang telah memberikan pengakuan atas keberadaan masyarakat adat melalui produk hukum daerah yakni Perda Nomor.15 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Meski demikian, Syaiful menyoroti lambatnya proses terhadap usulan ini yang membutuhkan waktu kurang lebih 3 tahun serta banyaknya tahapan-tahapn yang harus dilalui dalam pengusulan kedua lokasi hutan adat ini.
Kegiatan Verifikasi teknis ini dilakukan untuk menilai keabsahan usulan hutan adat Toro dan Moa denganmeninjau dan melihat secara langsung kondisi objektif lokasi hutan yang dimohonkan serta keberadaan subjek pemohon yakni entitas masyarakat hukum adat beserta kelembagaan dan pranata adat, serta nilai-nilai dalam pengelolaan sumberdaya alam yang masih berlalu dan diterapkan oleh komunitas pemohon.
Sementara itu Rukmini Tohoke selaku tokoh perempuan adat dari Ngata Toro menjelaskan bahwa Orang Toro sejak dahulu telah menjaga dan memelihara hutan adatnya dengan konsep atau system nilai lokal yang telah diwariskan secara turun temurun dan terbukti telah berkontribusi pada kelangsungan ekosistem hutan. ” Orang Toro memiliki system nilai lokal dalam mengelola dan melindungi sumberdaya alamnya termasuk hutan adat, dan ini sudah berlangsung secara turun temurun dan bisa dipastikan memberikan jaminan pada kelestarian hutan di wilayah kami” tegasnya.
Oehnya Rukmini sangat berharap pemerintah segera mengakui dan menetapkan hutan adat di wilayah mereka. Ini bukan saja untuk menjamin fungsi ekologis hutan namun juga sebagai upaya mengembalikan hak dan martabat masyarakat adat di Indonesia.
Senada dengan itu, syaiful meminta kepada KLHK untuk segera menetapkan hutan adat Ngata Toro dan Moa “ proses verifikasi teknis untuk menilai objek dan subjek pemohon telah berjalan dengan sangat baik dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, olehnya tidak ada alasan lagi bagi KLHK untuk menunda penetapan hutan adat Ngata Toro dan Moa” pungkasnya. ***
Sumber: Humas Karsa Intitute