Tenaga Ahli Mestinya Seperti Pawang Hujan

  • Whatsapp
banner 728x90

VIRAL Perempuan pertama yang masuk liputan motor GP internasional adalah Mbak Rara. Namanya melejit seantoro dunia. Bahkan FIM, sebuah federasi yang mengurusi balap motor sempat terkagum – kagum aksi Mbak Rara keliling sirkuit sambil membaca mantra di tengah gerimis.

Aksi Mbak Rara bukan an sigh soal kepiawaian dia ‘memindahkan sementara’ hujan lewat meditasi dengan pemilik hujan yang dipercayai dari ayahnya atau temurunnya saja.

Tapi, bagi saya yang lumayan sebagai praktisi media, melihat itu adalah ‘seni marketing’ handal managemen Sirkuit Mandalika. Indonesia Sirkuit Mandalika Viral akibat Mbak Rara yang memadukan antara ritual, seni budaya dan olahraga. Itu milik Indonesia dan tidak dimiliki dunia luar. Mbak Rara adalah simbol itu.

Lantas apa hubungannya dengan tenaga ahli (experts). Tenaga yang sempurna dalam konstruksi ilmiah. Olehnya sangat dibutuhkan. Termasuk di birokrasi pemerintahan, birokrasi swasta bahkan BUMN.

Tenaga ahli (experts) di bidangnya tentunya. Disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Sejauh mana membutuhkan ‘tenaga yang experts’ secara profesional sangat dibutuhkan dan membantu.

Beberapa organisasi birokrasi pemerintahan banyak mengunakan tenaga experts. Pemda kabupaten/kota serta pemda provinsi bahkan di sekretariat DPRD hingga DPR RI. Tujuannya untuk memudahkan rentang kendali tugas dan pokok organisasi.

Orang yang experts di bidangnya tentu akan merekonstruksi pikiran, pendapat serta gebrakan yang out of the book birokrasi organisasi. Kalau mental blok masih sama dan selaras dengan birokrasi maka keahliannya tentu akan dipertanyakan.

Gubernur Sulawesi Tengah memiliki beberapa tenaga ahli. Kalau di DPRD namanya staf ahli. Di Pemkot Palu dulu namanya tim pendamping dan entah apa namanya di Pemkab lainnya. Tenaga experts sangat dibutuhkan di birokrasi pemerintahan se Sulteng.

Kita paham bagaimana budaya, kinerja, kualitas birokrasi. Terlebih dengan perubahan dunia semakin cepat akibat disrupsi tehnologi, peradaban maju digital dan perubahan iklim. Butuh orang orang experts di bidangnya.

Pawang hujan dalam perspektif ilmiah juga keahlian khusus. Tidak semua orang memiliki pengetahuan, kebatinan dan kemampuan memindahkan hujan. Mestinya demikian juga tenaga ahli.

Karena experts di bidang dan disiplin ilmu serta pengalamannya, tenaga ahli mesti dihargai sebagaimana Mbak Rara juga dihargai oleh managemen Motor GP dan Sirkuit Mandalika. Ia mengaku sehari Rp5 juta selama tiga pekan menjaga dan mengatur hujan.

Karena experts di bidangnya, maka tenaga ahli mesti menumbuhkan perubahan – perubahan signifikan. Berasa beda gitu kalau diterjemahkan bahasa gaul. Jangan sampai justeru sebaliknya. Menjadi kompetitor pejabat birokrasi, memperpanjang alur birokrasi bahkan menghambat kerja kerja birokrasi. Fatal.

Idealnya sebagai tenaga yang experts di bidang masing – masing, maka sudah semestinya memiliki konsep, solusi, dasar aturan dari solusi, impact, out come, efisien dan profesional ke pimpinan. Seperti Mbak Rara deh. Ia tunjukkan ke ahlianya hingga viral di dunia internasional. Satu-satunya perempuan dunia yang masuk di televisi khusus Motor GP dan live !! Gitu mesti ekpektasinya. Sehingga tercapai tujuan antara politik kebijakan dan politik anggaran.

Rusdy Mastura, gubernur yang memiliki 11 tenaga ahli. Rekrutmen pasti didasarkan pada kadar experts dari subyektifitas sebagai user. Banyak pertimbangan dan permakluman.

Sebagai gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura memiliki tagline sebagaimana cara berfikirnya. Out of the book. Yaitu Gerak Cepat dalam bahasa internasional adalah Move Fast. Generasi Milenial lebih ‘nyaman di lidah’ menyebut Go Fast. Karena Move, konotasi gerakan dan familiar dipakai generasi 90-an. Tapi dengan frasa GO ! Maknanya lebih tepat karena gerakan ke depan. Maju !

Karena Gerak Cepat menjadi tagline maka gubernur berharap mesin birokrasi ritmenya lebih tarik gas. Bukan tarik gas juga remas kopling. Kedengaran melaju tapi ternyata hanya di tempat. Demikian pula dengan tenaga tenaga yang experts. Kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit? Kalau bisa cepat mengapa mesti lambat?

Tenaga ahli pasti memiliki quality time dengan pimpinan. Membahas secara detail case per case, program to program hingga monitoring dan evaluasi. Sebagai experts di bidangnya mesti konsepnya diterima user. Kalau tidak diterima user mesti dipertanyakan dan diperdebatkan dalam diskursus internal. Dan mesti bertanggung jawab pada keahlian. Salah satunya ya mundur karena konsepsi keahliannya tidak digunakan. Sama dengan Mbak Rara. Karena mampu membuktikan hujan bergeser dan mendatangkan gerimis agar aspal tidak terlalu panas. Dapat mengatur demand dan menyuplai keahliannya.

Tenaga ahli tidak diperkenankan ‘membajak’ waktu pimpinan untuk melayani organisasi dan masyarakat. ‘’Iya di dalam lebih banyak orangnya pak Gub dari pada tamu,’’ celetuk teman yang sudah kesal antri mau ketemu gubernur kepada saya yang hari itu baru saja keluar dari ruangan orang pertama Sulteng itu.

Di sisi lain, Pemprov juga mesti menyelaraskan kompetensi ahli dengan daya dukung anggaran. Mesti tidak lagi dihitung dengan jangkauan per/jam dikalkulasi setiap bulan. Para pemangku kebijakan pemprov dan DPRD mesti satu mental blok soal – soal tugas tugas keahlian yang tidak dapat dicover birokrasi.

Go Infast ! Go Experts ! Go Benefit ! ***

Oleh : Cak Ando (praktisi media)

Berita terkait