SULTENG – di Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu ada sebuah kampung unik. Puluhan etnis suku bangsa mendiami. Mulai etnis asli Kaili, Bugis, Mandar, Banjarmasin, Tionghoa, etnis India, Arab, Jawa, Madura dan etnis lainnya.
Kampung itu tak seberapa luasnya. Wikipedia tak menemukan luas aslinya. Ujuna sekarang telah menjadi satu kelurahan dari 46 kelurahan di Kota Palu. Bencana 28 September 2018 salah satu kelurahan terdampak, namun hingga sekarang mayoritas warganya tak menjadi penghuni hunian tetap (Huntap).
Dengan tema Merajut Masa Depan dari Masa Lalu, dirgahayu 77 tahun Indonesia masyarakat Ujuna menggelar Ujuna Bangkit. Berbagai lomba dilakukan. Jalan santai sampai lomba khas 17 Agustusan. Puncaknya adalah ramah tamah dan temu kangen warganya.
Ujuna, sebagai kampung tua di Palu banyak melahirkan tokoh – tokoh di Sulteng. Ada alim ulama, tokoh politik, hingga pengusaha sukses. Bahkan sekarang menjadi pimpinan DPRD Provinsi Sulteng yaitu Arus Abd Karim.
Keunikan lainnya, di kampung multi etnis itu pilihan pendidikan sekolah tidak menjadi sekat akibat berbeda agama. Banyak warganya etnis Tionghoa justru sekolah d SD Muhammadiyah. Etnis yang beragama muslim malah sekolah di SMP Roma Katolik (RK). Kata Arus Abd Karim dan David Candra (Yo Can).
Ujuna juga simbol perdagangan dan kemajuan Palu di zamannya. Awal mula pertokoan ada di Ujuna. Lapangan bola ada di Ujuna. Bahkan pemain sepak bola dan tenis meja atletnya didominasi putra kelahiran Ujuna, kata Prof DR Amar yang mewakili etnis India.
Ujuna adalah potret Indonesia. Miniatur Indonesia sejatinya ada di daerah yang kini padat dan kurang dibenahi pemerintah kota. Silaturahim, kebersamaan dan persaudaraan terwujud dengan semarak Ujuna Bangkit. ‘’Ujuna Fair atau bertaraf expo mesti dilakukan di tahun – tahun mendatang. Kita bangga besar dan dikenal anak Ujuna selama ini,’’ kata Ketua KONI Sulteng, Nizar Rahmatu semalam 17 Agustus 2022 di lapangan THU ketika memberikan testimoni.
Ujuna mesti dirawat dan menjadi contoh pola persatuan kebangsaan di Palu yang warganya heterogen. Kebanggaan memiliki sebuah perguruan agama terbesar di Indonesia Timur, Alkhaeraat adalah ciri saling toleran. Dan Ujuna sebagai kampung secara kewilayahan sangat dekat dengan Alkhaeraat memotret itu, sebut Pimpinan Umum www.kailipost.com yang sejak 1991 tinggal di Ujuna, dan mewakili etnis Jawa Timur dan Madura, Andono Wibisono.
Hadir sejumlah tokoh masyarakat, artis 70-an Ote Abady Abdullah. Ada lawyer Jakarta Fahri Timur, politisi Sulteng Arifin Sunusi, tokoh perempuan dan lainnya malam itu saling silaturahim.
Fudail, mewakili ernis Mandar menutup dengan gelak tawa menambah berkesan malam ramah tamah itu. Ia menyebut semua berawal dari Ujuna, melahirkan Organisasi Sosial Pesatuan ojek (OSPO ) dan lainnya. Di Semarang ada Simpang Lima, di Ujuna pun ada. Dan hanya di Ujuna ada Lampu 10. Ada Saraba,sulit melupakan Ujuna yang saat itu selalu menjajakan saraba di depan bioskop benteng simpang lima Ujuna. ***
Editor senior : andono wibisono