Jakarta,– Tragedi Kanjuruhan menyisakan duka mendalam, karena memakan korban hingga ratusan jiwa. Kejadian tersebut menjadi tragedi kemanusiaan sekaligus memilukan.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai ada dugaan pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu, (1/10/2022).
Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 2 Oktober 2022, memaparkan setidaknya ada empat argumentasi mengapa dugaan pelanggaran hukum dan HAM itu terjadi, antara lain:
- TNI-Polri Melakukan Tindak Kekerasan
Dalam menghalau ribuan massa yang masuk ke dalam lapangan, TNI-Polri melanggar peraturan perundang-undangan Pasal 170 dan 351 KUHP karena melakukan tindak kekerasan. Bagi anggota Polri, mengacu pada Pasal 11 ayat (1) huruf g Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 ditegaskan bahwa: “setiap anggota Polri dilarang melakukan penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment).”
- Adanya Penyalahgunaan Gas Air Mata
Penembakan gas air mata ke arah tribun penonton oleh Polri dinilai melanggar Pasal 2 ayat (2) Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Selain itu, aksi nirkemanusiaan juga melanggar prinsip-prinsip yang diatur, yakni proporsionalitas, nesesitas, dan prinsip alasan yang kuat.
- Tindakan Berlebihan Polri Menyalahi Prosedur Tetap Pengendalian Massa
Dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, b dan e Perkapolri Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, bagi setiap anggota Polri yang melakukan kegiatan Dalmas menyatakan, “hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas: a. Bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa; b. Melakukan tindakan kekerasan yang, (e) keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan.”
- Dibawanya Senjata Gas Mata Air oleh Polri Melanggar Regulasi FIFA
Dalam regulasi Federation International de Football Association (FIFA) Stadium Safety and Security Article 19 Point B ditegaskan, penggunaan senjata gas air mata telah dilarang FIFA. Bahkan, senjata tersebut tidak diperbolehkan dibawa masuk ke stadion dalam rangka mengamankan pertandingan sepak bola.
Alih-alih sesuai prosedur, penggunaan gas air mata merupakan tindakan yang tak terukur karena mengakibatkan sejumlah dampak terhadap manusia. Mulai dari mata kemerahan, mulut iritasi, sesak napas, hingga menyebabkan kematian terhadap ratusan suporter Aremania. Karena itu, KontraS mendesak tanggung jawab negara atas tragedi maut tersebut.
“Mengecam tindakan kepolisian yang menembakkan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan karena terbukti bukan menenangkan kondisi, malah memperburuk situasi. Meminta kepada Pemerintah Daerah Jawa Timur untuk memberikan pemulihan yang layak kepada korban atau keluarga korban,” tulisnya.
Selain meminta PSSI menunda seluruh pertandingan, KontraS juga mendesak Kapolri (Propam Polri) dan Panglima TNI (Komandan Puspom TNI) untuk mengusut dan mengevaluasi tindakan jajarannya yang terlibat melakukan kekerasan. Selama proses pengusutan Tragedi Kanjuruhan, ruang investigasi harus dijamin secara independen. ***
Editor/Sumber: Rizky/tempo.co