Jakarta,- Demonstrasi buruh yang di bawah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) DKI Jakarta, yang bertempat di Kantor Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, pada hari ini, Kamis, (10/11/2022).
Unjuk rasa yang digelar itu di antaranya berisi tuntutan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 sebesar 13 persen dan penolakan pemutusan hubungan kerja atau PHK dengan ancaman resesi global.
“Kami akan turun ke jalan, melakukan aksi unjuk rasa di kantor gubernur DKI,” Ketua Perwakilan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (Perda KSPI) DKI Jakarta, Winarso dalam keterangannya.
Winarso menyatakan para buruh menolak PP 36/2021 yang merupakan aturan turunan dari omnibus law yang dinyatakan MK (Mahkamah Konstitusi) cacat formil. “Oleh karena, kenaikan UMP harus menggunakan PP 78,” ucapnya.
Adapun tuntutan kenaikan UMP sebesar 13 persen, menurut Winarso, juga sudah melalui berbagai pertimbangan. Salah satunya mengikuti perhitungan atas kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Ia membeberkan laju inflasi Januari-Desember yang diperkirakan sebesar 6,5 persen ditambah dengan asumsi pertumbuhan ekonomi berdasarkan prediksi Litbang Partai Buruh sebesar 4,9 persen. “Jika dijumlah, nilainya 11,4 persen. Kami tambahkan alpha untuk daya beli sebesar 1,6 persen. Sehingga kenaikan upah yang kami minta 13 persen tahun depan,” ujarnya.
Desakan kenaikan UMP ini, kata Winarso, juga tak lepas dari anjloknya daya beli buruh hingga 30 persen akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu. Pasalnya, harga barang dan jasa yang paling banyak dikonsumsi buruh telah melonjak.
Sejumlah komponen inflasi yang harganya melambung itu mulai dari makanan dan minuman, transportasi, serta tempat tinggal. Oleh sebab itu, upah yang merupakan urat nadi kaum buruh tersebut akan terus didesak ke untuk dinaikkan.
Pada hari ini, tepat tanggal 10 November 2022, kata Winarso, juga bertepatan dengan momentum Hari Pahlawan. Hari ini juga bakal menjadi hari perlawanan bagi kaum buruh di Jakarta khususnya.
“Rezim upah murah jangan sampai diberi ruang untuk terus mendegradasi kesejahteraan kaum buruh.Kenaikan Upah minimum tahun 2023 sebesar 13 persen adalah harga mati yang harus diperjuangkan bersama,” ucap Winarso.
Adapun lima tuntutan yang akan disuarakan para buruh dalam demonstrasi hari ini adalah :
1. Tolak PP Nomor 36 tahun 2021 sebagai acuan Kenaikan Upah 2023
2. Dasar penetapan Kenaikan Upah tahun 2023 harus mengacu pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi
3. Naikkan Upah Minimum tahun 2023 sebesar 13 persen
4. Tolak Omnibus Law
5. Tolak PHK dengan ancaman resesi global
Adapun Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai tuntutan para buruh itu sangat menyulitkan perusahaan. Apalagi pada tahun 2022, perusahaan masih terpukul oleh ketidakstabilan perekonomian.
“Tahun 2022 ini sudah terjadi PHK lebih dari 80 ribu karyawan. Itu data yang masuk asosiasi. Artinya data yang di lapangan masih sangat mungkin lebih besar daripada itu,” ujar Ajib dalam siaran Market Review di IDX Channel, Rabu, 9 November 2022.
Kenaikan hingga 13 persen, kata Ajib, juga tidak ideal. Sebab, bila mengacu Undang-undang Cipta Kerja, formulasi kenaikan upah didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi. Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi akhir tahun 2023 berada di angka 5,2 hingga 5,4 persen.
“Kalau kita asumsikan inflasi tumbuh 4 persen, maka sebenarnya paling rasional untuk menaikkan upah di tahun 2023 nanti adalah di kisaran 8 sampai 9 persen,” kata Ajib. ***
Editor/Sumber: Rizky/Tempo.co