BMKG: Cuaca Ekstrem di Sulut Terjadi Karena Bumi Dalam Masa Transisi Musim Hujan Menuju Musim Kemarau

  • Whatsapp
Ilustrasi. (Reza Mangantar/MP)

Kailipost,- Dalam beberapa hari terakhir, wilayah Sulawesi Utara (Sulut) hampir seluruhnya dilanda cuaca ekstrem. Berdasarkan informasi dari BMKG, cuaca ekstrem tersebut karena pada April ini Bumi Nyiur melambai sedang dalam masa transisi dari musim hujan menuju musim kemarau.

“Berdasarkaan analisis kondisi iklim wilayah Sulawesi Utara yang diprakirakan akan mengalami awal musim kemarau di bulan Juni 2023 sehingga pada April 2023 Wilayah Sulawesi Utara berada pada masa transisi atau peralihan dari musim hujan ke musim kemarau,” tutur Dhira Utama SKom, Kepala Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado, Sabtu (8/4).

Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan analisis kondisi dinamika atmosfer di wilayah Sulawesi Utara, yaitu sering terbentuknya sistem tekanan udara rendah hingga bibit siklon tropis dan potensi terbentuk siklon tropis di Samudera Pasifik sebelah Utara Sulawesi Utara dan Papua yang berpengaruh terhadap pola angin streamline (lapisan 3000 feet) membentuk pola perlambatan dan pertemuan angin yang dapat meningkatkan aktivitas konvektif dan pertumbuhan awan hujan serta peningkatan kecepatan angin, didukung dengan indeks labilitas atmosfer lokal pada kondisi labil dan pertumbuah awan konvektif dengan intensitas sedang berdasarkan pengamatan cuaca udara atas (Radiosonde).

“Kondisi tersebut mempengaruhi pertumbuhan awan-awan Cumulonimbus semakin intens yang dapat mengakibatkan cuaca ekstrem pada masa transisi atau peralihan musim,” ungkapnya.

Pihaknya mengimbau masyarakat dan pemerintah di wilayah Sulawesi Utara agar waspada terhadap potensi cuaca ekstrem di masa transisi yaitu hujan dengan intensitas lebat disertai kilat/petir secara sporadis, angin kencang, puting beliung dan hujan es yang dapat mengkibatkan bencana hidrometeorologi (genangan, banjir, banjir bandang, tanah longsor maupun pohon tumbang).

“Pemerintah dan masyarakat diimbau untuk untuk mengantisipasi peningkatan curah hujan khususnya didaerah rawan banjir, tidak berada di lereng bukit atau pohon dan baliho semi permanen yang berpotensi tumbang, lebih mengintensifkan koordinasi, sinergi, dan komunikasi antar pihak terkait untuk kesiapsiagaan antisipasi bencana hidrometrorologi,” tandasnya. ***

Editor/Sumber: Riky/Manadopost

Berita terkait