Puluhan tim tersebut akan terus berjalan guna memastikan bahwa pelaku usaha yang merupakan wajib pajak ini akan melakukan kewajibannya.
Jika tidak, akan ada tindakan-tindakan yang dilakukan, mulai dari peringatan hingga penutupan sementara usaha yang dilakukan.
“Karena ini pajak, memang sifatnya memaksa. Karena ini merupakan kewajiban. Saya kira ini sudah berlaku di sejumlah rumah makan dan restoran, dan sudah berjalan. Kalaupun masih ada pedagang yang keberatan, itu akan kami lakukan sosialisasi. Agar mereka paham dengan ketentuan terkait undang-undang maupun Perda yang telah ditetapkan,” tambah Sekkot.
Sementara itu, Kepala Bapenda Kota Palu, Eka Komalasari menyatakan, pajak makan dan minum ini lebih dioptimalkan lagi oleh Pemerintah Kota Palu di bawah kepemimpinan Wali Kota Hadianto.
Hal tersebut bukan bermaksud menyusahkan masyarakat, akan tetapi hasil dari pajak ini akan kembali kepada masyarakat dan berdampak pada pembangunan Kota Palu.
“Kita bisa lihat pembangunan-pembangunan yang dibangun, artinya kita bisa lihat itu uangnya dari pajak. Nah terkadang wajib pajak belum memahami, bahwa pajak itu wajib. Namanya wajib, apapun harus dilaksanakan sebagai warga negara,” kata Kaban.
Kaban menekankan, uang pajak ini bukan untuk pemerintah, tetapi digunakan untuk masyarakat. Sehingga dari masyarakat untuk masyarakat, baik digunakan membangun fasilitas-fasilitas masyarakat dan lainnya.
Kaban berkomitmen, pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyosialisasikan kepada masyarakat terutama pelaku usaha warung.
“Sebenarnya ini tidak semua menolak. Kalau mereka memahami, tidak akan menyusahkan pelaku usaha. Karena pajak ini tidak dibebankan kepada penjual, tetapi dibebankan kepada konsumen. Jadi konsumenlah yang membayar pajak ini, sebagai sumber pajaknya. Ini berlaku di seluruh Indonesia,” jelas Kaban. ***
Sumber: Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kota Palu