Dalam kasus ini, para terdakwa mengklaim lahan bahwa bekas HGU PT. Banggai Sentral Shrimp (BSS) yang saat ini diakuisisi oleh PT. Matra Arona Banggai (MAB) sebagai milik mereka mendasari pada Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) yang diterbitkan di Kelurahan Sisipan.
Namun, SKPT tersebut kemudian dibatalkan oleh pemerintah kelurahan karena terbit di atas lahan HGU. Pembatalan ini mengakibatkan SKPT yang dianggap sebagai dasar kepemilikan lahan oleh para terdakwa menjadi tidak lagi berlaku.
Kasus ini menjadi semakin rumit ketika terungkap bahwa SKPT yang dimaksud belum terdaftar dalam buku tanah kelurahan dan faktanya tidak pernah juga dilakukan pengukuran di lapangan. Selain itu, SKPT tersebut diketik dengan menggunakan jasa rental pengetikan.
Sebelumnya, DD dan MA telah memenangkan lahan tersebut melalui putusan Pengadilan Negeri Luwuk. Namun, belakangan objek dalam putusan tersebut dianggap memiliki kesalahan terhadap objek yang dimaksud, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh pihak terkait.
Proses dakwaan para terdakwa di pengadilan merupakan tindak lanjut dari upaya hukum yang sebelumnya dilakukan oleh PT MAB dalam upaya mencari keadilan dan kepastian hukum terkait kepemilikan lahan. Mereka didakwa secara bersama-sama telah melakukan tindakan pemalsuan dengan membuat Surat Keterangan Penguasaan Tanah sebanyak 165 SKPT, dimana SKPT yang diduga palsu itu diterbitkan di atas HGU PT MAB.
Direktur PT MAB, Soetono saat dimintai keterangan menjelaskan bahwa masalah ini bermula dari kesalahan penafsiran hukum pasca-putusan pengadilan yang memenangkan H Djabar Dahari dengan luas lahan 3,4 hektare di atas lahan HGU dengan nomor sertifikat 04/HGU/BPN/B51/94.
Soetono menegaskan bahwa sertifikat HGU tersebut, tidak pernah ada dan menguraikan kronologis bagaimana PT MAB mengambil alih lokasi tambak PT Banggai Sentral Shrimp pada tahun 2011 setelah putusan pailit PT Banggai Sentral Shrimp oleh Pengadilan Niaga Surabaya.