Dugaan sekelompok oknum yang mengaku wartawan, kemudian meminta sejumlah uang, terkait dugaan kasus korupsi atau penyimpangan proyek jalan di Kecamatan Rio Pakava Kabupaten Donggala, menurut Mahmud melanggar KEJ Pasal 2, wartawan Indonesia harus bekerja secara profesional, dan tidak beriktikad buruk sebagaimana diatur dalam Pasal 1.
“Apabila dalam penerimaan uang oleh oknum wartawan ada unsur suap, maka melanggar Pasal 6 KEJ, bahwa wartawan Indonesia tidak menerima suap dalam bekerja,” tegas mantan Ketua PWI Sulawesi Tengah dua periode itu.
Apabila dugaan tersebut benar terjadi, korban pemerasan dapat melaporkan ke kepolisian. Tindakan pemerasan seperti itu, penanganannya menggunakan ketentuan pidana.
“Jika dugaan pemerasan ini ada unsur ancaman secara lisan atau tertulis. Aparat kepolisian bisa menerapkan beberapa pasal yang diatur dalam KUHP seperti Pasal 386 dan pasal 369. Untuk KUHP baru, pemerasan dalam KUHP Baru diatur dalam Pasal 482 dengan ancaman maksimal 9 tahun penjara,” ujarnya.
“Atau pengancaman dalam KUHP Baru diatur dalam Pasal 483 yang ancaman pidananya penjara paling lama 4 tahun,” tambah Mahmud.
Mahmud menerangkan, bahwa pengancaman dan pemerasan merupakan delik aduan. Maka pihak yang merasa menjadi korban harus mebuat laporan polisi.
“Namun karena ini berkaitan dengan pengembangan kasus dugaan tindak pidana korupsi, seharusnya aparat hukum tidak perlu menunggu laporan. Oknum wartawan tersebut dapat disangkakan turut serta dalam dugaan tindak pidana korupsi. Sekali lagi, ini bukan delik hukum pers, tapi murni pidana,” katanya. ***