Eks Likuifaksi, Petobo dan Poboya Akan Disulap Pemkot Kawasan Urban Farming

  • Whatsapp

Reportase : Faqih
Sumber : tempodotco

PALU – Apa itu Urban Farming? Tentu bagi sebagian kalangan itu istilah baru. Laman google menyebut bahwa usaha pertanian di dalam kota.

Praktiknya dengan bercocok tanam tapi di areal perkotaan. Selain bercocok tanam Urban Farming juga terkait beternak, bahkan memanfaatkan lahan sekitar rumah di perkotaan, baik teras bahkan dalam ruangan.

Apa tujuannya? Tak lain memproduksi bahan pangan dan ternak lokal sendiri, berkelanjutan dan mandiri. Namun, pemerintah dapat terlibat untuk melakukan supporting di sebuah lahan kota untuk warganya.

Palu, 28 September 2018 silam diluluh-lantahkan dengan bencana alam 7,4 SR. Disusul Tsunami dan bencana likuifaksi. Akibat pergerakan tanah gempa, sejumlah kawasan tanahnya bergerak dan merusak rumah dan permukiman.

Dua lokasi yang terdampak berat. Korban jiwa dan material. Yaitu Kawasan Petobo Kecamatan Palu Selatan dan Perumnas Balaroa Palu Barat. Sesuai data bahwa luas areal likuifaksi Petobo 100 hektare lebih. Sedangkan Balaroa lebih dari 50 hektare.

Dari beberapa program strategis Pemkot Palu, salah satunya adalah Urban Farming. Wali Kota Palu Hadianto Rasyid ke media podcast Tempodotco menyebut Program Urban Farming di lokasi eks likuifaksi Petobo dan Balaroa.

Diketahui, kata Hadianto bahwa dua lokasi eks likuifaksi hingga kini tidak dapat dimanfaatkan karena masuk zona merah. Ke depan, akan diupayakan sebagai Urban Farming. Karena masyarakat juga hingga kini bertanya lokasi itu digunakan untuk apa.

Bagaimana tata kelolanya? Tehnisnya? Model keorganisasiannya, Wali Kota Palu belum memberberkan secara detail. Tapi hal itu masuk sebagai program strategis periode keduanya bersama Wakil Wali Kota Imeda Liliana Muhidin.

Berita terkait