Kasasi MA Terbit, Ekka Pontoh Dihukum 6 Tahun. Kajari Gamang Eksekusi

  • Whatsapp
banner 728x90
Reporter : Fharadiba
Ekka Pontoh – Sekretaris Kabupaten
Parigi Moutong
KEJAKSAAN NEGERI PARIGI Hingga kini masih gamang akan mengeksekusi Ekka
Pontoh, Sekretaris Kabupaten (Sekab) Parigi Moutong. 
Walau petikan perintah Mahkamah Agung
(MA) RI akan Kasasi kejaksaan 
Telah terbit. Ekka Pontoh (EP) divonis
enam tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta.

Kegamangan mengeksekusi EP, kata Kajari Parmout,
Jurist P. Sitepu karena pihaknya masih akan mempelajari lagi apakah eksekusi
adalah perintah MA atau eksekusi perintah Peninjauan Kembali (PK). “Kami akan
tetap eksekusi Ekka, namun karena ada dua versi yang berbeda, makanya nanti
kami akan mempelajari apakah eksekusi yang kami lakukan adalah atas perintah MA
atau perintah PK kelak,” ujar Jurist. Kata dia, berkaitan dengan kapan eksekusi
dilakukan, pihaknya saat ini sedang melayangkan surat ke pihak Kejaksaan Tinggi
(Kejati).

“Bulan kemarin saya sudah melayangkan
surat ke Kejati untuk mempertanyakan kapan Ekka Pontoh bisa dieksekusi, ada pun
penjabaran isi surat tersebut saya tidak bisa beberkan ke teman-teman media,
sebab sifat dari surat tersebut adalah rahasia,” terangnya. Jurist menuturkan,
mengapa hingg

a saat ini pihaknya belum mengindahkan perintah MA untuk melakukan
eksekusi, karena terjadi pertentangan antara dua fakta hukum dengan penyidik
yang sama, dalam hal ini pihak Polda Sulteng.


Kata dia, melihat pada kasus pertama
Ekka pontoh yang ditangani oleh Tipikor Polda Sulteng, yang dimana kasusnya
adalah mencairkan anggaran melalui penandatangan Surat Perintah Mencairkan
(SPM), namun saat ini penyidik Polda Sulteng menyidik perkara pemalsuan, yang
dimana tanda tangan Ekka Pontoh ternyata dipalsukan oleh Mohamad Agus, dengan
tersangka Damran.

Lanjut dia, walaupun dalam hal eksekusi
adalah domain pihaknya, namun dalam hal kasus ini, pra penuntutannya adalah
pihak Kejati Sulteng. Jadi karena ditemukan pertentangan dua fakta hukum oleh
pihak Polda, maka pihaknya tidak bisa serta merta melakukan eksekusi, walaupun
pihak MA telah memerintahkan untuk dilakukan eksekusi.

“Dalam struktur hukum kejaksaan, di sini
kami masih ada tingkatan yang lebih tinggi, yakni Kejati, makanya berkaitan
dengan pra penuntutan pihaknya tidak bisa ambil sikap sendiri. Saat ini saya
masih menunggu balasan surat atas arahan Kejati selanjutnya,” tuturnya.

Ditegaskannya, dalam kasus seperti ini,
ada Adagium, lebih baik melepaskan 1.000 orang bersalah dari pada harus menahan
satu orang yang tidak bersalah. Sebab, hal ini fakta di depan mata dengan penyidik
yang sama.

Saat ditanyakan, apakah dalam kasus Ekka
Pontoh, pihak jaksa akan melakukan pengembangan penyelidikan kasus terkait
aliran dana sebagaimana yang tercantum dalam pembacaan pembelaan dakwaan oleh
Ekka pontoh di pengadilan, Jurist mengatakan, untuk hal itu pihaknya belum
melihat tuntutan dakwaannya, sebab pihaknya hanya melihat dari sejumlah barang
bukti adalah ada pengembalian uang Rp1 miliar ke kas daerah, dan beberapa
bukti-bukti kwitansi. ***

Berita terkait