MENINDAK LANJUTI Terkuaknya penangkaran budidaya mutiara yang berada di perairan Teluk Tomini di Desa Pesona, Pinotu, Palasa hingga Lambunu yang berkisar 30-40 hektar, dan telah beroperasi sejak tahun 2011 hingga 2017, Pemerintah Kabupaten Parmout dan PT. Timor Otsuki Mutiara (TOM) saling tantang. Bahkan, Bupati Parmout, Samsurizal Tombolotutu melalui tim investigasi saat ini siap cegah pengiriman 24 ribu tiram mutiara yang bakal didistribusikan ke Nusa Tenggara Timur, Kota Kupang.
Hal tersebut diungkapkan ketua tim investigasi yang juga menjabat sebagai kepala dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Parmout, Effendy Badtjo yang ditemui Kaili Post diruang kerjanya, Senin (8/5).
Menurut Effendy, berkaitan dengan polemik budidaya mutiara, pihaknya tengah melakukan upaya memperbaiki keabsahan status izin PT.TOM yang masih berstatus illegal atau tidak meliki izin usaha. Namun, dari sejumlah upaya yang telah dilakukan ternyata tidak membuat PT.TOM untuk menyepakati nota kesepahaman yang dibuat oleh Pemkab Parmout.
“Belakangan kami ketahui ternyata PT.TOM ini tidak memiliki izin usaha, mereka hanya mengantongi izin lingkungan hidup, namun izin lingkungan hidup itupun bukan berbentuk AMDAL. Sehingga, jika PT.TOM bersepakat untuk meneruskan usaha penangakaran budidaya mutiara yang ada di perairan teluk tomini maka mereka harus mengurus izinnya di kementerian dan menyepakati kontrak usaha dengan Pemkab Parmout,” ujarnya.
Namun kata ia, jika dari izin hingga kesepakatan enggan dibangun oleh PT.TOM maka mau tidak mau, kegiatan usahanya yang ada di Parmout dipastikan akan dihentikan. Kata ia, mengapa PT.TOM bersikeras untuk tidak membuat izin legal usaha? karena menurut PT.TOM, dengan usaha yang sama yang juga tengah dilakukan di Kota Kupang ternyata tidak memiliki izin, namun tetap beroperasi.
Lanjut ia, berkaitan dengan persoalan 24 ribu tiram mutiara yang saat ini siap dikirim ke Kota Kupang, pihaknya masih bersikukuh menahan pengiriman tersebut, dengan alasan bahwa PT.TOM harus menyahuti permintaan Pemkab Parmout yang dimana Pemkab Parmout meminta satu buah tiram mutiara harus dimasukkan dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan budgeting Rp 1.000 hingga Rp 2.500.
“selama permintaan tersebut tidak disahuti maka SK pengirimannya tidak akan dikeluarkan oleh Pemkab, dan sesuai dengan koordinasi kepala dinas perikanan bahwa SK pengiriman tidak akan ditandatangani hingga ada signal penyetujuan budgeting dari PT.TOM,” terangnya.
Disampaikannya, sesuai dengan jadwal yang ada, pengiriman 24 ribu tiram mutiara ke Kota Kupang terjadwalkan pada tanggal 6 Mei (Sabtu – red) kemarin, namun pihaknya bersama SKPD terkait bersikukuh menahan pengiriman tersebut, maka saat ini 24 ribu tiram tersebut belum bisa didistribusikan.
Bahkan menurutnya, diketahui pada tanggal 6 Mei itu, kapal asing milik PT.TOM telah masuk diperairan teluk tomini untuk mengangkut 24 ribu tiram yang siap didistribusikan.
Saat ini untuk hasil PAD yang disetorkan PT.TOM ke kas daerah dari tahun 2011 hingga 2017 baru ada sekitar Rp 21.000.000, hal ini sangat memprihatinkan jika dirasionalkan dengan hitungan bisnis keuntungan dari budidaya tersebut.
Dan menurut investigasinya, dalam usaha tersebut PT.TOM mempekerjakan 65 orang setempat dengan upah setiap harinya sebesar Rp 75.000. Jika, sehari 65 orang dikalikan Rp 75.000 maka sehari PT.TOM harus mengeluarkan uang sebesar Rp 4.875.000, kali 30 hari dalam sebulan Rp 146.250.000, dan dikalikan lagi 12 dalam satu tahun yakni Rp 1.755.000.000.
“Bayangkan saja, untuk bayaran upah untuk para pekerja bisa mencapai satu miliar rupiah setahun, bagaimana bisa mereka hanya menyetorkan Rp. 21 juta ke daerah dari tahun 2011 hingga 2017, hal ini sungguh tidak rasional,” tandasnya. **
editor: Fharadiba