KOTA PALU,- SETELAH Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta Presiden Joko Widodo melakukan blusukan ke lokasi pertambangan emas ilegal di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu (antarasultengnews.com), beredar informasi bahwa ada sejumlah perusahaan legal (resmi) di lokasi tambang rakyat tersebut. ‘’Ada perusahaan resmi di atas (Poboya). Saya lambat tawarkan dum truk saya ke perusahaan,’’ tutur warga Palu ke Kaili Post pekan (08/10/2017) lalu.
Sebelumnya, Walhi menyebut, “beberapa waktu terakhir, Presiden Jokowi belum melaksanakan blusukan ke daerah,” kata Direktur Eksekutif Walhi Nasional Nur Hidayati, dalam rilisnya, diterima di Palu. Tantangan itu, kata Nur Hidayati bukan tanpa alasan, karena pihaknya ingin memperlihatkan bagaimana kondisi pertambangan ilegal di daerah tersebut yang menggunakan bahan kimia berbahaya dan beracun yakni merkuri dan sianida. “Sekitar 350 ribu warga Kota Palu terancam terpapar bahan kimia berbahaya itu,” ujarnya pula.
Disebutkan warga itu, bahwa saat ini ada beberapa dum truk dioperasikan di Poboya. Tapi peluang untuk itu diprioritaskan pada warga sekitar. ‘’Bagus juga untuk mengatasi pengangguran di Palu yang tinggi. Saya lambat bawa dum truk untuk disewakan,’’ tuturnya. Sementara itu, salah satu pengusaha yang perusahaannya disebut legal, inisial HA ketika dikonfirmasi via pesan singkat enggan membalas. Padahal kedua nomor telpn genggamnya aktif.
Antarasultengnews.com merilis sebelumnya Presiden Jokowi melakukan hal itu, akan mempercepat upaya penghentian aktivitas pertambangan ilegal itu. Karena saat ini yang terjadi adalah saling lempar tanggung jawab, siapa yang mempunyai wewenang untuk menghentikannya. “Contohnya blusukan Presiden Jokowi ke Riau terkait kasus asap dan kebakaran hutan,” ujar dia.
Bagi Walhi, sikap serang pemimpin negara itu, tidak hanya sebatas kata-kata, tetapi harus tindakan nyata, sehingga kalau ada bawahannya yang tidak prorakyat, pemimpin harus segera mengambil tindakan tegas.
Menurut Hidayati, berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, masyarakat Kota Palu berhak untuk tahu tentang situasi di lokasi pertambangan emas ilegal itu.
“Yang terjadi di tambang Poboya adalah darurat merkuri dan sianida,” ujarnya lagi. Dia menjelaskan dampak resisten dari penggunaan bahan kimia itu, yakni tidak dapat diolah dan dihilangkan oleh tubuh manusia, serta terakumulasi dan dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya.
“Jangan sampai kondisi di Teluk Buyat dan Minamata terjadi di Palu,” kata dia. Direktur Walhi Sulteng Abdul Haris menambahkan bahwa advokasi terkait pertambangan ilegal di Poboya telah dilakukan sejak tahun 1997. Kala itu, lokasi tersebut dalam kuasa kontrak karya Rio Tinto. Hingga saat ini, lokasi itu dikuasai oleh PT Citra Palu Mineral (CPM) yang merupakan anak perusahaan PT Bumi Resources.
Selain itu, di Poboya ikut beroperasi sejumlah perusahaan ilegal lainnya, di antaranya PT Panca Logam Utama dan PT Dinamika Reksa Geoteknik (DRG). “Perusahaan ilegal itu beroperasi di dalam kawasan Taman Hutan Raya atau Tahura yang merupakan daerah serapan air dan sumber air PDAM Kota Palu,” ujar Aris.**
Reportase: Andono Wibisono