SULTENG,- MANTAN Ketua Peradi Sulawesi Tengah, Amat Entedaim, SH menyoroti kinerja pihak eksekutor, dalam hal ini kejaksaan di Sulteng yang terkesan terburu-buru melakukan eksekusi pada terpidana korupsi. Menurutnya, harusnya pihak eksekutor mempertimbangkan hak hukum terpidana yang masih memiliki upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI.
‘’Hargai dulu upaya hukum siapa pun warganegara Indonesia. Entah dia terpidana atau tidak terpidana. Karena dengan demikian kita menegakkan kepastian hukum,’’ ujarnya menanggapi eksekusi Djauhari Sakkung dan Hartono Taula, terpidana korupsi Pembangunan Gedung Wanita Sulteng kemarin (17/10/2017) sore seperti yang dilansir kailipost.com.
Menurutnya, ketika seseorang masih menggunakan hak atas upaya hukumnya, wajib dihormati. Kendati, ada putusan hukum yang memerintahkan untuk melakukan eksekusi. ‘’Pertimbangan hukumnya kan pada eksekutor. Dan saat ini PK di MA tidak lama. Semua proses hukum di MA kan kini tidak seperti dulu bertahun-tahun,’’ ujar pengacara mantan Gubernur HB Paliudju itu lagi.
Dasar argumentasi lainnya, lanjut Amat yaitu ketika terpidana PK-nya diterima oleh MA. Masih segar ingatan kita bagaimana kasus Ikbal Pakamundi yang divonis 10 tahun kasasi MA RI, tapi oleh MA juga putusan PK-nya diteriam dengan hukuman bebas murni. ‘’Pak Ikbal sudah menjalani setahun di penjara, lantas bagaimana itu? Menjalani hukuman itu sangat berat dan banyak pengorbanan. Keluarga, sanak saudara dan hubungan sosial. Sekarang saya mau tanya, apakah setahun yang dijalani Pak Ikbal itu bisa dikembalikan atau diganti eksekutor? Menurut saya bisa. Yaitu harus digugat secara perdata untuk mengembalikan harkat dan martabat seseorang yang sudah menjalani hukum tapi tidak salah atas putusan terakhir,’’ terangnya mengebu-ngebu.
Dalam acara hukum perdata, penegak hukum harus menerima konsekwensi sosial bila telah merugikan harkat dan martabat seseorang. ‘’Kalau saya Pak Ikbal saya gugat eksekutor. Ya kembalikan harkat dan martabat. Dengan mengumumkan di media lokal selama setahun permintaan maaf dan mengembalikan harkat dan martabat,’’ tandas Amat Entedaim serius. **
Reportase: Andono Wibisono