Partisipasi Masyarakat Untuk Pemilu Berkualitas

  • Whatsapp
banner 728x90

Sumber: Panwaslu Touna (Suandi Tamrin Bilatullah)


CITA-CITA Demokrasi adalah untuk mensejahterakan seluruh
masyarakat. Masyarakat dalam Negara yang menganut system demokrasi seperti
Indonesia berada pada posisi
yang amat penting, hal ini dikarenakan dalam proses pelaksanaan sistem demorasi
tersebut masyarakat dilibatkan sepenuhnya. Dalam konteks pemilu, peran
masyarakat telah diamanatkan dalam undang-undang, sebagaimana tertuang pada
pasal 448 Undang-Undang PemiluTahun 2017 ayat 1 disebutkan bahwa pemilu
diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat.

Upaya pelibatan masyarakatdalam penyelenggaraan
pemilu tentu perlu diapresiasi, mengingat bahwa pemilu merupakan sarana dari
pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat,
anggota dewan perwakilan daerah, serta presiden dan wakil presiden. Pelibatan
masyarakat dalam pemilu tentu merupakan bagian dari proses penguatan demokrasi
serta upaya memperbaiki kualitas pelaksanan pemilu. Bawaslu sebagai
penyelenggara pemilu yang diamanatkan olehundang-undang untuk mengawasi
penyelenggaraan pemilu terus berupaya membangun kekuatan bersama, menuju
pelaksanaan pemilu yang berkualitas. 

Hal ini dilakukan menyongsong agenda demokrasi
pada pemilu serentak tahun 2019 mendatang, upaya membangun kekuatan tersebut
dilakukan dengan bergerak memaksimalkan sosialisasi mengajak masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam pengawasanpemilu. Gerakan sosialisasi ini juga
bertujuan membangkitkan kesadaran bersama bahwa masyarakat benar-benar memiliki
andil dalam proses pemilu yakni sebagai subjek bukan sebagaiobjek, artinya
masyarakat harus menjadi pemeran bukan sebagai penonton.

Menghadapi pemilu serentak tahun 2019, tentu kita
akan dihadapkan pada berbagai persoalan. Persoalan yang seringkali menyelimuti
proses pelaksanaan pemilu yaitu praktik politik uang. Politik uang (Money
Politic) seringkali muncul disebabkan karena tingkat pendidikan politik
para kontestan dalam pemilu masih dibawah harapan, kekhawatiran kalah bersaing
dalam memperoleh suara dengan kontestan lain menjadi motif  terjadinya
praktik politik uang. Selain itumunculnya (distrust) atau ketidak
percayaan masyarakat terhadap kontestan politik.  Ketidak percayaan
masyarakat ini memuncak akibat dari pemberian harapan palsu oleh kontestan
politik sehingga memberikan efek negatif  yang pada akhirnya upaya yang
dilakukan oleh kontestan politik untuk merebut kembali hati masyarakat adalah
dengan melakukan praktik politik uang.

Berkaca pada pemilu tahun 2014, (Ahmad;2015 hal;3)
Badan Pengawas Pemilu menerima laporan atas pelanggaran praktik politik uang
 yang dilakukan oleh sejumlah kontestan politik. Namun demikian, menurut
Jeirry Sumampaw, Pemerhati Pemilu KomitePemilih Indonesia, praktik suap dan
politik uang mengalami perubahan. Jika sebelumnya para kontestan politik
mendatangi pemilih memberikan sembako atau uang jelang pemungutans uara, kini
para kontestan politik menghemat membelanjakan dana kampanye mereka dan
menyediakan dana untuk menyuap penyelenggara pemilu. Praktik politik uang ini
merupakan cerminan dari sinisme pemilih yang tidak mampu berbuat apapun
terhadapi ntegritas kandidat, sehingga harus rela menjual suara mereka dengan
harga tinggi. Sinisme pemilih ini akibat dari buruknya proses seleksi kepemimpinan
dalam tubuh partai politik, sehingga muncul kepemimpinan politik yang tidak
diharapkan namun proses ini tidak dapat di tolak masyarakat.

Dalam upaya mewujudkan pemilu yang berkualitas,
penyelenggaraan pemilu telah disandarkan pada prinsip-prinsip pelaksanaan
pemilu, pasal 3 undang-undangnomor 7 tahun 2017 dengan tegas memberikan mandate
bahwa penyelenggaraan pemiluharus memenuhi prinsip kemandirian, kejujuran,
keadilan, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional,
akuntabel, serta efektif dan efisian. Selanjutnya tujuan dariprinsip-prinsip
tersebut telah terjabarkan pada pasal 4 yakni sebagai upaya memperkuat system
ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkanpemilu yang adil dan berintegritas,
menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu, memberikan kepastian hukum dan
mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu serta mewujudkan pemilu yang efektif
dan efisien. Pada akhirnya, pemilu yang menjadi sarana perwujudan partisipasi
politik masyarakat dan partai politik dapat diwujudkan manakala hasil pemilu
yang diumumkan penyelenggara pemilu dapat diterima oleh semua pihak.**

Berita terkait