Pemilu Serentak Bikin Repot

  • Whatsapp
banner 728x90

91 KPPS Meninggal
Dunia
KPU.go.id@2019

Reporter: Dedi rahmat

Innalillahi
wa Inna Illaihi Rojiun
.
Satu lagi petugas Pemilu meninggal dunia setelah menjalankan tugasnya mengurus
suara rakyat. Kali ini, korban berasal dari Kota Palu.

KETUA
KPU Kota Palu Agussalim Wahid mengungkapkan yang meninggal dunia adalah
Syawaluddin, anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat
Pemungutan Suara (TPS) 41 Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat.
Syawaluddin
menghembuskan nafas terakhir, Senin (22/04/2019) setelah mengalami sakit pasca
bertugas di hari pemungutan dan penghitungan suara tanggal 17 dan 18 April
2019.
“Sudah
dimakamkan tadi,” singkat Agus.
Keluarga besar KPU Kota Palu berduka, semoga amal ibadah Almarhum
diterima disisi Allah SWT…Alfatiha”
demikian komentar Agussalim dalam media sosial
Facebook.
Pengamat
politik, Darwis menilai pemilu serentak dinilai
merepotkan masyarakat dan petugas KPPS yang kebingungan dan mengeluhkan dengan
sejumlah kertas suara yang begitu banyak.
“Pemilu serentak dengan lima pilihan ditentukan oleh rakyat,
dianggap sangat merepotkan. Baik merepotkan rakyat terlebih lagi bagi KPPS yang
tidak sesuai kinerja dan honornya,” kata akademisi Universitas Tadulako ini,
Senin (22/4/2019).
“Pemilu serentak, hanya Indonesia yang menyelenggarakan.
Sebagai event politik, tentu banyak kepentingan. Terutama kepentingan bagi
partai koalisi dan kelompok masyarakat yang menginginkan perubahan dan status
quo,“ tambahnya.
Dilansir Republika, Komisi
II DPR RI meminta teknis penyelenggaraan Pemilu segera dievaluasi. Hal ini
lantaran jatuhnya banyak korban, dari petugas KPPS yang meninggal hingga
personel kepolisian.

Wakil Ketua Komisi II Herman Khaeron mengatakan,
penyelenggaraan pemilu menjadi berat salah satu penyebab utamanya lantaran
pemilu presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD dogelar
serentak. Maka itu, DPR pun akan mengusulkan agar pelaksanaan pemilu kembali
digelar terpisah.

“Mungkin sebaiknya Pemilu Legislatif
dipisahkan dengan Pemilu Presiden,” kata Herman saat dihubungi, Senin
(22/4). Dalam kaitan tersebut, UU Pemilu pun diwacanakan untuk direvisi.

Herman pun meminta teknis pelaksanaan pemungutan
suara untuk dievaluasi. Herman mengungkapkan, DPR sudah meminta penyelenggara
pemilu untuk melakukan simulasi terkait waktu pencoblosan dan perhitungan
suara. Sehingga, waktu kerja dan beban kerja dapat terukur.

Permintaan ini terkait Undang-Undang (UU) Pemilu
dan peraturan turunannya yang wajib selesai hari itu juga. MK sempat
mengeluarkan putusan yang menambah 12 jam, namun dengan syarat berturut-turut
tanpa jeda. Petugas KPPS pun tetap harus mengebut penghitungan lima surat suara
yang dicoblos.

Menurut Herman, Komisi II juga telah meminta KPU
menyediakan honor, insentif dan asuransi yang memadai bagi para anggota KPPS.
Pasalnya, dengan adanya lima pemungutan suara, tugas KPPS tidak bisa dianggap
ringan.

“Kami telah musulkan insentif atau honor yang
memadai dan asuransi untuk penyelengara pemilu,” ucap Herman.

Secara keseluruhan KPU tetap diminta melakukan
evaluasi. Bukan hanya soal banyaknya petugas KPPS yang meninggal, namun teknis
– teknis yang ditemukan di lapangan mulai dari surat suara tercoblos,
keterlambatan logistik hingga dugaan pelanggaran pemilu lainnya juga harus
diantisipasi KPU dengan lebih serius pada Pemilu mendatang.

KPU Temui Menkeu
Bahas Santunan
KPU mengatakan hingga saat ini
ada 91 anggota KPPS atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang meninggal
dunia pada saat proses rekapitulasi hasil Pemilu 2019. KPU akan bertemu dengan
Kementerian Keuangan untuk membahas santunan.

“KPU sudah membahas secara internal terkait
dengan santunan yang akan diberikan kepada penyelenggara pemilu yang tertimpa
musibah. Dengan memperhitungkan berbagai macam regulasi asuransi BPJS, kemudian
masukan-masukan dan catatan yang selama ini diberlakukan. Karena kami besok
merencanakan akan melakukan pertemuan dengan Kementerian Keuangan,” kata
Ketua KPU Arief Budiman di Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019),
dilansir Detik.com


Arief mengatakan besok rencananya
Sekjen KPU Arif Rahman Hakim akan bertemu dengan pejabat di Kemenkeu. KPU
memberikan tiga skema usulan santunan kepada korban KPPS.

“Kami mengusulkan, yang pertama, besaran
santunan untuk yang meninggal dunia kurang-lebih Rp 30-36 juta. Kemudian untuk
yang cacat maksimal Rp 30 juta. Nanti tergantung pada jenis musibah yg diderita
kalau cacat,” ujar Arief. 

“Ketiga, untuk yang terluka, kami
mengusulkan besarannya maksimal Rp 16 juta. Jadi ini akan dibahas bersama
Kemenkeu, termasuk mekanisme pemberiannya, termasuk mekanisme penyediaan
anggarannya. Karena kan anggaran KPU tidak ada yang berbunyi nomenklaturnya
santunan,” ujar Arief.


Arief mengatakan hingga sore ini
data anggota KPPS yang meninggal dunia ada 91 orang, 374 orang sakit. Mereka tersebar
di 19 provinsi. Arief mengatakan nantinya oleh Kemenkeu akan diberi arahan dari
anggaran mana bisa dicairkan santunan tersebut bagi korban KPPS.

“Nah, ini akan diperkenankan diambil dari
pos anggaran mana yang KPU bisa melakukan penghematan dan anggarannya belum
dipakai. Nanti kami akan usulkan untuk bisa membiayai santunan ini,” kata
Arief.***

Berita terkait