Sumber: Humpro Sulteng
|
Ia mengapresiasi upaya Dinas Kesehatan, Pemda Poso dan Pemda Sigi serta berbagai pihak yang terus aktif mengembangkan upaya-upaya eradikasi keong yang menjadi medium cacing schisto masuk ke dalam hati (liver) melalui peredaran darah itu.
Menurutnya, angka kesakitan penyakit demam keong pada manusia di Sulteng, khususnya Kabupaten Sigi dan Poso berhasil diturunkan sampai 0,36 persen pada 2018. Namun prevalensi pada binatang seperti tikus dan keong masih tinggi yakni tikus 25 persen dan keong 4,74 persen.
“Saya sudah janji pada ibu Menteri Kesehatan bahwa pada 2021, bersamaan dengan akhir kepemimpinan saya, masalah schistosomiasis ini sudah selesai,” ujarnya.
Prevalensi yang kurang memuaskan ini mestinya bisa disiasati dengan jalan melibatkan masyarakat memutus mata rantai penularan dari kedua hewan itu.
Untuk tikus, gubernur mengusulkan supaya diadakan sayembara dimana setiap ekor tikus yang ditangkap warga diberi imbalan uang.
“Kita nilai tikus-tikus yang ditangkap,” usulnya.
Sementara untuk keong, gubernur sarankan supaya sumber-sumber air tergenang yang diduga menjadi sarang berkembang biaknya keong, dibuatkan saluran supaya airnya dapat dialirkan.
“Saya harap kita semua kosentrasi lagi untuk membasmi schistosomiasis pada binatang,” pintanya.
Pemberantasan penyakit schistosimiasis merupakan salah satu prioritas pembangunan Sulteng di bawah kepemimpinan Gubernur Sulteng periode 2016 hingga 2021.**