Wawancara Eksklusif ‘2025 Sulteng di Mata Hidayat Lamakarate’

  • Whatsapp

Saksikan di chanel youtube Kaili post (like, share & subscribe

Wawancara Ekslusif Hidayat Lamakarate oleh  Tim Redaksi Kaili Post, Rabu (03/07/2019)


Figur
Anda disebut-sebut, bahkan polling internal media kami (Kaili Post) yang paling
unggul. Publik Sulawesi Tengah ingin tahu dalam kacamata Hidayat Lamakarate,
politik itu apa sih?
HL
: Sebenarnya, kalau kita bicara tentang politik. Politik itu adalah ruang lain
dari mereka-mereka yang ada di birokrasi. Politik itu sebuah ilmu tersendiri,
dimana kita bicara tentang bagaimana kita memperoleh kekuasaan. Itu politik.
Tapi kan kemudian, politik ini banyak bentuknya. Banyak modelnya.

Kalau
saya, nanti ke depan mencoba membangun sebuah budaya politik baru. Yaitu
politik yang damai. Politik yang damai itu adalah politik yang tidak berkelahi
dan diantara kita-kita yang akan terlibat di dalam kegiatan politik itu, kita
akan mencoba membangun kompromi-kompromi, sehingga kita akan menemukan sebuah
kesepakatan.


Wawancara Ekslusif On Youtube Kaili Post ” ‘2025 Sulteng di Mata Hidayat Lamakarate’

Sehingga
orang-orang di dalam struktur kerja politik nanti ke depan itu adalah
orang-orang yang kemudian tidak dalam posisi saling menzolimi, tidak saling
mencari cela, tidak saling menjelekkan. Tapi kita saling mengadu program. Apa
yang akan kita lakukan ke depan. 
Karena
kita ingin agar supaya masyarakat kita damai.

Damainya
masyarakat kita itu sangat ditentukan oleh bagaimana proses politik ke depan.
Kalau proses politik itu berjalan dengan baik dan damai, Insya Allah masyarakat
akan damai. Nah, ini yang akan kita bangun ke depan.

Hidayat
Lamakarate, dikenal birokrat muda dengan top manajer, artinya di level
birokrasi sudah top. Kalau di TNI/Polri sudah jenderal. Apalagi yang dicari,
padahal masih muda, bahkan informasi kami dengar sudah diiming-imingi lebih
baik jadi Dirjen saja, ndak usah lagi jadi gubernur. Menurut Anda?

Sebagai
seorang birokrasi, maka modal pertama saya itu adalah patuh, taat, dan loyal
serta jujur dalam bekerja. Nah, wujud kepatuhan saya, wujud loyalitas saya
adalah mengikuti apa yang diperintahkan oleh pimpinan saya.

Ketika
saya percaya adalah pak Longki pimpinan saya, maka saya harus patuh dan loyal
mengikuti apa yang dia perintahkan. Jadi sampai dengan hari ini, sesungguhnya,
langkah saya melakukan sosialisasi untuk calon gubernur ke depan, itu murni,
pertama karena diperintah oleh pak gub.

Perintah
Gubernur?
Kenapa,
karena pak gubernur mengatakan pada saya bahwa kau adalah kader yang saya
siapkan untuk menjadi calon gubernur. Pertanyaannya adalah, apakah kau siap?
Maka saya jawab, asal bapak perintah, maka saya katakan siap.

Jadi,
tidak ada kata tidak siap ketika bapak perintah. Karena saya akan loyal, patuh
dan taat kepada kepada bapak sampai diakhir masa jabatan bapak dan sampai
kapanpun, bapak itu adalah pemimpin saya dan orang tua saya. Jadi kalau bapak
perintahkan hari ini saya maju, maka saya siap maju.

Karena
ada pertanyaan apakah bapak tidak memperhitungkan tentang posisi-posisi
sekarang. Saya bilang, tidak. Saya tidak pernah berhitung.

Karena
kalau saya berhitung, pasti saya tidak mau. Coba hitungan apa kira-kira yang
akan bisa menjadi alasan pembenaran untuk saya mau tinggalkan jabatan saya.
Hitungan apa? Tidak ada satupun hitungan yang bisa kita pakai untuk membenarkan
saya menerima tawaran ini. Tidak ada.

Makanya
saya tidak mau berhitung. Karena kalau kita mau berhitung, pasti saya tolak.
Justru karena saya tidak berhitung itu dan saya menunjukkan loyalitas saya,
kepatuhan saya kepada pimpinan saya, maka saya terima perintah beliau itu. Itu
saja.

2025
di mata Hidayat, seperti apa Sulawesi Tengah ini. Karena kan kita ketahui
Sulawesi Tengah ini adalah wilayah 80 persen berpotensi bencana. Apalagi kita
setelah mendapat bencana. 2025 di mata Hidayat akan seperti apa Sulawesi
Tengah, kalau Hidayat gubernurnya?

Yang
jelas, saya optimis bahwa Sulawesi Tengah akan jauh lebih baik dari pada
Sulawesi Tengah ketika sebelum bencana. Bencana ini adalah sebuah peristiwa
Allah berikan kepada kita dan inilah cara Allah untuk nantinya kemudian kita
nantinya bisa menata Sulawesi Tengah ini menjadi lebih baik kedepannya.

Bahkan
bukan hanya seperti Sulawesi Tengah sebelumnya, tapi lebih baik dari Sulawesi
Tengah sebelumnya. Kenapa? Saya punya keyakinan disinilah saatnya. Kemudian
dibutuhkan pemerintahan yang kuat dalam rangka untuk menangani dan membangun
Sulawesi Tengah ini.

Kenapa,
karena Sulawesi Tengah yang akan kita tangani ini. Sulawesi Tengah yang akan
kita bangun ini, bukan Sulawesi Tengah yang berjalan normal seperti sebelumnya.
dimana tahapan pembangunan berjalan dengan baik sesuai dengan rencana bertahap
sesuai tahunnya.

Tapi
kita harus melakukan lompatan-lompatan besar dalam penangan pembangunan
Sulawesi Tengah. Karena empat wilayah kita baru-baru terdampak bencana.

Nah,
4 wilayah terdampak bencana ini harus menjadi fokus penanganan kita. Karena
banyak sekali masyarakat yang kemudian terganggu secara ekonomi, secara kultur,
bahkan secara psikologis akibat bencana kemarin.

Sehingga
kita harus punya konsep yang baik dan bagus untuk penanganan Sulawesi Tengah
ini ke depan. Dan saya yakin Insya Allah mudah-mudahan dengan memahami
persoalan yang terjadi baru-baru ini di Sulawesi Tengah.

Dengan
kemudian terlibat langsung dalam proses penanganannya sekarang. Jika Allah
memberi jalan saya menjadi gubernur ke depan. Jika Allah memberi jalan. Pertama
menjadi calon gubernur, kemudian kedua menjadi gubernur ke depan. Maka Insya
Allah mudah-mudahan, saya sudah mempunyai cukup pemahaman untuk melakukan
langkah-langkah apa dalam rangka membangun Sulawesi Tengah ini sehingga bisa
menjadi lebih baik.

Ada
usul menarik dari tokoh Sulawesi Tengah. Kita ini kan berpikir soal Sulawesi
Tengah. Kenapa bukan Ahmad Ali dan Hidayat Lamakarate tidak berpasangan?
Sehingga biar Sulawesi Tengah itu ekskalasi pembangunannya bisa lebih baik.
Birokrasi ada yang menjaga. Bagaimana respon dengan usulan ini?

Saya
sih pada prinsipnya bukan orang yang ambisi menjadi gubernur. Pertama. Kedua,
saya pernah berkomunikasi dengan pak Ahmad Ali. Bahkan kami itu keluarga. Kami
bersaudara, berteman. Istrinya adalah keluarga saya. Sehingga saya bilang
begini. Kalau ingin melakukan kompromi misalnya untuk posisi tadi itu.

Maka,
sebaiknya komunikasikan dengan pak gubernur. Karena pak gubernur yang
memerintahkan saya sampai hari ini untuk maju sebagai calon nomor 1, bukan
nomor 2.

Dan
saya sudah tegaskan, kalau nomor 2 saya tidak mau. Karena mendingan saya jadi
Sekprov. Kalau saya harus nomor dua
berhenti jadi pegawai, meninggalkan jabatan saya untuk jadi nomor dua. Saya
tidak mau. Mendingan saya jadi sekprov, sekalian tidak maju. Ndak apa-apa. Ndak
ada ruginya di saya. Saya betul-betul orang yang tidak punya beban dalam proses
ini.

Kemudian
yang berikutnya, Pak Ahmad Ali adalah orang yang paling punya potensi untuk
bisa maju di Pilgub ini. Bisa dipastikan bahwa dia punya peluang besar untuk
bisa maju di pilgub ini. Bahkan punya peluang untuk memenangkan pertarungan
ini. Karena, pertama secara politik beliaulah yang paling siap infrastrukturnya.

Pertama,
punya partai politik, beliau tinggal pake. Dari sisi finansial beliau punya
kemampuan. Dari segi elektabilitas, beliau sudah teruji. Sesungguhnya, beliau
adalah orang figure yang paling siap untuk maju di pilgub ini.

Tapi
kemudian, jika misalnya seandainya saya harus ditawarkan untuk menjadi nomor
dua, saya sudah sampaikan bahwa saya tidak bersedia. Karena saya lebih memilih
kembali ke posisi sekprov saja. Supaya tidak ada hal-hal yang kemudian
tercederai dalam hal ini.

Tapi,
sepanjang misalnya ada perintah tidak ada perubahan perintah dari bapak
gubernur untuk proses politik ini, maka saya akan tetap patuh dan mengikuti
perintah itu dan saya bilang marilah kita sesama kader bangsa ini, sebagai anak
daerah ini, marilah sama-sama maju untuk menawarkan diri kita kepada
masyarakat.

Biarlah
masyarakat yang akan memilih dan menilai siapa yang akan menjadi pemimpin
mereka ke depan. Dengan suasana yang damai, kemudian tidak dengan berkelahi,
kemudian kita bersepakat, ayo bahkan kalau perlu mari kita turun sama-sama ke
suatu panggung.

Untuk
kita berbicara menjelaskan kepada masyarakat tentang apa sih yang menjadi
konsep kita. 
Bahkan
diakhirnya bisa kita bilang, kalau kamu tidak suka sama saya, pilih saudara
saya ini, kalau kamu tidak suka saudara saya, pilihlah saya.

Karena
siapapun jadi gubernur nanti, bisa dibayangkan kalau misalkan orang lain yang
menjadi gubernur dan kita bersahabat dengan dia. Enak juga kan menjadi temannya
gubernur. Biar tidak jadi gubernur ndak apa-apa. **

Berita terkait