Pasar Minyak Kelor Palu Pak Imam, Tembus Surabaya

  • Whatsapp

Kelor atau dalam bahasa latinnya Meringga, memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan tubuh. Bagi warga kota Palu sendiri, daun kelor menjadi sesuatu yang wajib dihidangkan sebagai sayuran pelengkap santapan sehari-hari. Hal itu juga sudah berlaku sejak zaman dahulu.

Namun siapa yang sangka jika minyak dari biji kelor (Meringa oil) ternyata sudah dikenal sejak zaman Mesir kuno. Ratu Cleopatra diketahui menggunakan minyak tersebut untuk perwatan tubuhnya dan kecantikanya. Ditandai dengan ditemukannya Meringa oil di dalam piramida.

Minyak biji kelor murni kaya akan vitamin A, vitamin C, vitamin E, mineral, asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, asam bebenic, serta mengandung anti oksidan tinggi dan juga kandungan asam oleat (Omega 9) yang tinggi hingga 71 persen. Sehingga minyak biji kelor kaya akan manfaat.

Minyak Kelor memilik sifat lembut, menghangatkan, tidak lengket, memilik molekul yang halus dan mudah diresap ke dalam kulit. Sehingga kebutuhan nutrisi kulit cepat terpenuhi.
Penggunaan secara rutin, dapat memberikan manfaat kulit tampak awet muda, lembut, sehat, dan bercahaya.


Imam (41 tahun) warga jalan Panglima Polim, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur kota Palu, melakukan inovasi pengembangan usaha tersebut. Berbekal literatul dari sebuah majalah pertanian, dia belajar aoutodidak, ayah yang telah memilik lima orang anak itu, tertarik untuk bisnis minyak biji kelor.


Bagaimana tidak, dari informasi sebuah majalah pertainian itu, ternyata harga minyak biji kelor mencapai Rp.2.000.0000 per-liter.

Ditemui di standnya dalam festival Kelor di lapangan Vatu Lemo kota Palu, Sabtu (28/9/2019) Imam menjelaskan awal pembuatan minyak biji kelor, pada bulan Agustus 2018. Namun akibat bencana alam 28 September, usahanya sempat terhenti.


Beberapa bulan pasca bencana alam, dirinya kembali meneruskan usaha minyak biji kelor. Namun pada awalnya, Imam mengaku pesimis akan keberhasilan produksinya. Karena dalam proses pengolahanya, akan menggunakan alat atau media penunjang lainnya yang mahal.

“Saya sempat ragu saat mengolah biji kelor menjadi minyak. Karena pada saat biji kelor tersebut usai saya haluskan menggunakan blender, untuk kemudian dipres untuk menghasilkan minyaknya. Jika dalam proses itu tidak menghasilkan minyak, maka dilakukan penyulingan. Sementara alat penyulingan mahal, ” jelasnya.

Akan tetapi, hanya menggunakan alat pres manual saja, Imam berhasil memproduksi minyak biji kelor. Sebelumnya, dia telah memproduksi dan memasarkan minyak kelapa murni dan minyak kemiri.

Berawal dari pemasaran minyak kelapa murni dan minyak kemiri tersebut ke luar daerah. Dia juga menawarkan minyak biji kelor kepada mitra bisnisnya hingga kota Surabaya. Alhasil, setelah dilakukan uji labaratorium, akhirnya Meringa oil Imam tembus ke pasar Nasional.

“Setelah saya mengirimkan sampel minyak biji kelor ke Surabaya, mereka mau berbisnis dengan saya. Awalnya saya kirim satu liter. Dengan harga Rp.1.200.000. Akhirnya saya melanjutkan usaha tersebut hingga saat ini, ” ungkapnya.

Bahan baku pembuatan minyak biji kelor menurut Imam, dibeli dari desa Loli dan Loli Oge. Dengan harga Rp.25.000 hingga Rp.30.000 perkilo buah kelor kering.

Hingga saat ini, dia telah menggunakan mesin konvesional dalam mengolah minyak biji kelor. Dibanderol dengan harga unitnya senilai Rp.6.000.0000.

“Dengan menggunakan mesin konvesional. Hasil produksinya meningkat. Hingga saat ini sebanyak 20 liter telah saya kirimkan ke Surabaya, ” paparnya.


Dari hasil penjualan beberapa produknya, Imam mengaku membiayai ke lima orang anaknya bersekolah.

“Alhamdulilah, saya membiayai keluarga dari hasil jualan minyak kelapa murni, minyak kemiri, dan minyak biji kelor, ” terangnya.


Namun Imam mengaku, untuk pemasaran minyak kemiri dan minyak biji kelor di kota Palu, masih terkendala dengan perizinan.

“Untuk mengurus izin BPOM, sangat rumit dan lama. Mungkin biaya adminstrasinya masih terjangkau. Akan tetapi biaya tempatnya yang mahal. Karena salah satu persyaratan CPOTB harus memenuhi standar ruang produksi yang layak. Sementara kami UKM hanya menggunakan modal pas-pasan saja,” bebernya.

Reporter: Firmansyah Lawawi

Berita terkait