Perda Maksiat Butuh Masukan Masyarakat

  • Whatsapp
banner 728x90

Penerbitan dan penerapan peraturan daerah (Perda) tentang penertiban lokalisasi serta kafe, restoran yang disalahgunakan sebagai tempat maksiat di kota Palu, butuh usulan dari masyarakat.

“Rancangan peraturan daerahnya bisa diatur. Tergantung siapa yang mengusulkanya. Jika masyarakat yang mengusulkanya melalui DPRD, bisa menjadi perda inisiatif, ” ungkap wakil ketua II DPRD Palu, Rizal Dg Sewang, Rabu (9/10/2019) di kantor Dekot Palu.

Menurutnya, penerapan dan pembuatan perda tersebut, tergantung keinginan dari segenap masyarakat serta pemerintah.

” Tergantung dari keinginan kita semua. Kalau mau, selesai, ” tegasnya.

Pengusulan perda maksiat oleh DPRD Palu sendiri kata Legislator dari partai PKS itu, bisa dilakukan. Namun, hal itu dibutuhkan kajian kajian sosiologi, filisofi, dan yuridis dalam penyusunan naskah akademiknya.

“Karena pengusulan perda, menyiapkan naskah akademik, kajian sosiologi dan psikologi. Apakah perdanya sangat mendesak untuk diterbitkan, ” jelasnya.

Ditambahkanya, penerapan perdanya merupakan komitmen bersama antara pemerintah daerah. Seperti penertiban kafe yang disalahgunakan menjadi bar, pemerintah kota Palu melalui intansi terkaitnya, seharusnya membentuk tim auditor. Yang bertujuan untuk melakukan evaluasi maupun survey terhadap izin dan kegiatan di tempat yang dimaksud.

“Tim tersebut melihat dan melakukan auditor terhadap kafe atau restoran. Apakah izinya sesuai. Atau malah mal fungsi menjadi tempat maksiat. Harusnya mereka datang untuk melihat. Apakah operasinya sesuai dengan izinya. Jika semua bergerak dengan baik, saya rasa tidak akan terjadi penyalahgunaan fungsi, ” pungkasnya.

Beberapa waktu lalu, Forum Umat Islam (FUI) melakukan hearing bersama DPRD Palu dan Pemkot Palu. Terkait adanya dugaan kafe maupun resto yang menyalahgunakan izinnya menjadi bar atau pub.

“Beberapa hari kedepan akan ada rapat lanjutan bersama FUI dan pihak Pemkot terkait hal tersebut, ” akunya.

Untuk penertiban lokalisasi di kota Palu sendiri lanjut Rizal, butuh sinegritas dari pemerintah kota Palu. Dalam hal melakukan pembinaan kepada para penghuninya, dari kegiatan negatif, menjadi positif. Meskipun harus mengeluarkan anggaran terkait hal tersebut. Hal itu merupakan kewajiban pemerintah.

Payung hukumnya sebut Rizal, bisa bersumber dari peraturan daerah (Perda) peraturan Walikota (Perwali) dan kebijakan dari instansi terkait.

“Di daerah lain sudah ada perda terkait hal itu. Seperti perda penyakit masyarakat (Pekat). Dalam hal ini, solusinya bukan menutup atau merelokasi mereka. Namun bagaimana kita melakukan pembinaan kepada mereka. Dahulunya berbisnis esek-esek, menjadi lebih bermanfaat lagi, ” cetusnya.

Reporter: Firmansyah Lawawi

Berita terkait