Tanpa KRB Pasca Bencana, CPM Digugat Hingga Presiden

  • Whatsapp

SALAH Satu aktifis Front Anti Citra Palu Mineral (CPM) Agussalim Faisal SH mengaku bersama 45 advokat akan melayangkan gugatan kepada perusahaan tambang dalam Kota Palu Sulawesi Tengah.

Isi gugatan antara lain sekaitan dengan pasca bencana 28 September 2018 lalu, hingga kini CPM tidak memiliki atau beretikad baik menggunakan Kajian Resiko Bencana (KRB) hingga kini yang sudah melakukan operasi.

Oleh sebab itu kini pihaknya yang terdiri dari aliansi aktifis Jatam Sulteng, Walhi, Yayasan Tanah Merdeka, pengamat kebencanaan, sejumlah advokat dan elemen lain di Indonesia menggugat CPM ke pengadilan. ‘’Minggu ini gugatannya didaftarkan,’’ tandasnya.

Menurutnya, saat ini, bentang alam saat itu pasti normal namun tidak pada perubahan pasca terjadinya fenomena alam yang menimbulkan tsunami, likuefaksi, dan penurunan tanah.

Untuk itu, kata Agussalim SH, menegasi bahwa perlu ada Kajian Risiko Bencana (KRB) pascakejadian memilukan itu, apakah perusahaan itu layak beroperasi atau tidak, sayangnya ini pun tidak dikeluarkan informasi detailnya.

Menurutnya, jika merujuk pada pola ruang revisi tata ruang Kota Palu 2018-2038 yang sedang proses penyusunan, harusnya tidak boleh ada aktivitas pertambangan skala besar di kawasan Poboya.

Sebab katanya, peta pola ruang revisi tata ruang Kota Palu jelas sekali menyebutkan bahwa kawasan itu merupakan kawasan rawan bencana longsor.
Bahkan di sekitar Poboya ada sesar yang sewaktu-waktu bisa bergerak.

“Kawasan Poboya itu punya potensi rawan bencana apakah itu tidak berbahaya bagi warga yang bermukim di sekitar areal itu?,” ungkap Agussalim SH.

Dia mengatakan, pihaknya sama sekali tidak menolak investasi masuk di daerah ini, tetapi perlu ada pertimbangan risiko bencana karena itu menyangkut hidup matinya orang banyak.

Dia menuturkan, jika anak usaha PT Bumi Resources Minerals Tbk itu telah melakukan kajian risiko bencana sendiri terkait dengan rencana pengelolaan emas di Poboya, maka baiknya dibuka ke publik dokumennya, sehingga masyarakat tidak resah ketika perusahaan ini mulai melakukan pengerukan.

Sebagai warga Palu, Agussalim SH juga ikut prihatin kepada pemerintah Pusat dan Daerah yang sama sekali luput dari pandangan masalah ini

Stigma politisasi pemberian ruang kepada salah satu anak usaha BRMS merupakan kebijakan fatal dan bias politis. Ini indikator utama kata Agussalim SH bahwa areal PT CPM merupakan kawasan Tahura yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Suaka Alam dalam SK.8113/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2018 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Huntan Provinsi Sulawesi Tengah hingga tahun 2017.

“Seharusnya fungsi KSA tidak boleh untuk kegiatan budidaya pertambangan. Ini banyak terjadi diberbagai kawasan Konservasi yang dicaplok konsesi tambang, maka tidak mengherankan dengan mudahnya KSA menjadi areal pertambangan, padahal fungsi kawasannya sangat tinggi,” tuturnya.

Dugaan Agussalim SH ada proses yang dilewati dalam pemberian ruang KSA untuk kegiatan pertambangan di Poboya.

Sebab menurutnya, tidak mudah menurunkan status kawasan hutan yang jelas-jelas fungsinya sangat tinggi. “Itu tahapannya sangat panjang, kok hanya dalam waktu singkat KSA bisa beralih fungsi,” Tegas Agussalim SH.

Menurut Agussalim SH, kalaupun ada usulan penurunan status kawasan mestinya ada kajian dari tim terpadu yang dibentuk oleh kementerian terkait.

Itu pun kata Agussalim SH, tahapannya sangat panjang karena harus mempertimbangkan aspek ekologisnya, apalagi di Kota Palu memiliki potensi bencana. Ini semua akan kami tempuh dalam persiapan mengajukan Gugatan tegas Agussalim SH.

Sebelumnya, Manager Eksternal Relation & Permit CPM, Amran Amier kepada SultengTerkini.Com, Sabtu (23/11/2019) menanggapi pemberitaan di media berjudul “Rawan Bencana, PT CPM Diminta Tidak Beroperasi di Poboya”, merupakan bukti awal bagi kami melakukan upaya hukum bersyarat (klarifikasi) dalam konteks litigasi.

Menurut Amran, izin OP tersebut didahului terbitnya Izin Lingkungan dan Rekomendasi Kelayakan Lingkungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.

Dia mengatakan, studi kelayakan CPM meliputi kelayakan teknis, kelayakan lingkungan, dan kelayakan sosial ekonomi.
“Tentu saja potensi atau ancaman bencana, termasuk gempa bumi dan pergeseran tanah, menjadi bagian dalam studi yang dikaji dan diantisipasi. Hal yang sama dilakukan dalam studi amdal dan studi pendukung lainnya,” tutur Amran. Kata Agussalim SH, ini semua akan kami mintakan pertangungjawaban secara hukum, apa benar dan siapa saja yang menjamin semua itu, warga kota palu aman dari rasa traumatik atas aktivitas CPM. ***

reportase/editor: arman seli/andono wibisono

Berita terkait