Palu,- Akhirnya, publik sementara ini dapat menyimpulkan bahwa subyektifitas oknum – oknum kelompok kerja di Unit Layanan Proyek (ULP) di instansi – instansi masih dominan. Sistem yang dipersyaratkan akhirnya tak berkutik dengan tafsir para oknum Pokja terkait dengan kepentingan.
Ada fakta menarik. Proyek pembangunan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran (Fadok) Untad dengan HPS Rp10,5 miliar memenangkan perusahaan yang jelas jelas kemampuan dasar (KD) yang tak dipersyaratkan. Yaitu BG 007.
Sementara, perusahaan yang sama (perusahaan yang dimenangkan di ULP Untad) terdeteksi di ULP Kemenag RI juga mengikuti tender Pekerjaan Pembangunan Gedung Asrama Terpadu dan Gedung Pusat Pelayanan Keagamaan Terpadu dengan HPS Rp13,4 miliar lebih gugur. Dalam website ULP itu disebutkan gugur karena KD BG 007 tidak sesuai yang dipersyaratkan. Digugurkan karena dinilai tidak cukup pengalaman seperti yang dimasukkan yaitu pekerjaan LPMP. Hal sama yang digunakan di pekerjaan di Fedok Untad tapi lolos.
Apa kata pihak luar yang sebelumnya dirugikan? PT Karya Putra Celebes enggan banyak komentar. ‘’Sistem sudah transparan. Lihat dan bandingkan saja ULP Untad dan ULP Kemenag ketika melihat satu hal yang pokok. Framing dan cara pandangnya apakah sesuai aturan atau dominan subyektifitas. Publik yang akan menilai karena Untad tempatnya orang orang cerdik pandai,’’ ujar Mas’ud.
Di sisi lain, DPD JAMAN Sulteng, Rifal Manaf meminta Rektor Untad Prof Mahfudz segera mengganti semua orang – orang yang secara langsung dan tidak langsung merugikan nama baik Untad. Karena sebagai cawan intelektual, Untad selama ini banyak disorot karena dugaan permainan proyek. Bahkan tuduhan rebutan proyek di oligarki Untad. ‘’Bersihkan kalau saudara rektor masih memiliki telinga dan hati. Bila tidak, ya jangan salahkan publik terus menyoroti,’’ akunya terpisah.
BERITA SEBELUMNYA
Pokja ULP Untad sebelumnya mengakui tidak melakukan verifikasi faktual pada puluhan tenaga yang dipersyaratkan dan hanya melalui scanner ijasah akibat Covid 19, Pokja akhirnya menjawab sanggahan penyedia jasa ‘luar’ untuk berkompetisi.
Menurut PT. Karya Putra Celebes, akan sportif bila jawaban sanggahan Pokja dan ULP Untad sesuai atau mendasari keterangan LKPP yang berwenang memberikan pokok sanggahan yang dipersoalkan. Tapi, karena jawaban sanggahan adalah ‘asumsi’ Pokja maka pihaknya meyakini betul akan sia – sia melakukan banding.
‘’Biar publik mengerti bahwa di lembaga tempat pendidikan tinggi soal soal yang diperdebatkan dan disoal tidak meminta pihak berwenang memberikan opini. Kita butuh obyektifitas bukan subyektifitas Pokja yang terkesan membela kontraktor yang menurut kami salah tidak sesuai dengan ketentuan LKPP. Jadi untuk apa kita buang buang waktu,’’ ujar Mas’ud.
Jika alasan membenarkan pengalaman di gedung Penginapan/Asrama dapat masuk ke BG 007 pendapat LKPP atau yang berwenang, pihaknya legowo. ‘’Tapi inikan hanya berdasarkan asumsi Pokja,’’ tandasnya.
Intinya jawaban sanggahan masih berdasarkan penafsiran mereka sendiri (Pokja) melihat pengumuman lelang yang tahun 2017 itu yg meminta tiga SBU salah satunya BG 007. ‘’Tapi kan PT. Wahana Mitra Kontrindo sendiri yang memilih dan memasukkan pengalaman tersebut ke Sub Bidang BG 006 (perhotelan) ( pengalaman pembangunan gedung asrama/penginapan LPMP Sulteng ) ke LPJK, tambahnya. Jelas pengalaman itu namanya : pekerjaan pembangunan Gedung Asrama/ Penginapan, sementara yang dilelang di Untad pembangunan Gedung Teori dan Laboratorium. ‘’Ajaib hehehe ini kami sudah cium sejak lelang pertama dibatalkan karena kami ikut. Pembatalan tanpa alasan, dan ini lelang kedua dengan waktu mepet bekerja tidak bisa lewat lima bulan terpaksa. Silahkan diawasi pembangunannya saja nanti. Jangan roboh semua lagi kena gempa hehehe,’’ ajak wartawan.
Dilansir kailipot.com sebelumnya, baik Pokja, ULP dan rektor serta mantan rektor Untad berkomentar soal proyek ini. Bahkan, proyek ini disinyalir adalah proyek rebutan di internal Untad. Namun Rektor Mahfudz membantah. Ia bahkan bersumpah tidak mengurusi proyek sejak dilantik.
Lantas siapa yang bermain? Mahfudz enggan menuduh. Ia pun off the record beberapa penjelasannya. Ia pun mengaku sempat berniat mundur karena saat itu suasana bathinnya tidak menerima, di ruangannya ketika ditemui (20 Juli 2020). ***
reportase/editor: andono wibisono