Gempa Pasigala: Pansus Ajak Rapat Pemilik Lahan 115 Ha

  • Whatsapp
Rapat bersama DPRD Palu, forum penataan kawasan pemukiman Kelurahan Petobo, pemilik lahan dan instansi terkait Pemkot Palu di ruang utama kantor Dekot Palu, Selasa (04/08/2020). ft: Firmansyah
banner 728x90

Palu,- Sekaitan dengan polemik lahan 115 hektar yang akan digunakan sebagai lokasi pembangunan Huntap untuk penyintas, DPRD Palu menggelar rapat bersama forum penataan kawasan pemukiman Kelurahan Petobo, pemilik lahan dan instansi terkait Pemkot Palu di ruang utama kantor Dekot Palu, Selasa (04/08/2020).

Hasan salah seorang perwakilan forum menjelaskan, bahwa lahan yang menjadi polemik saat ini, menurut sejarah, dulunya masih merupakan wilayah Petobo yang berbatasan dengan Parigi Kabupaten Parimo. Setelah itu, masuk kedalam wilayah Kabupaten Sigi.

“Bukan nanti sekarang kami memperjuangkan lahan tersebut. Tetapi sudah sejak 20 tahun lalu kami pertahankan. Karena lahan itu masih wilayah Petobo,” ungkapnya.

Kemudian terbitlah SK 92, namun surat keputusan itu tidak memuat kesepakatan bersama antara pihak Ngata baru atau Kabupaten Sigi dengan masyarakat Kelurahan Petobo. Seminggu setelah penerbitan SK, dilakukan peninjauan kembali. Namun hingga saat ini, pemerintah tidak pernah melaksanakannya.

Pemilik lahan Niko Salama mengatakan, bahwa Wali Kota Palu meminta kepada pihak Kabupaten Sigi agar lahan 115 hektar yang berada di Ngata baru, masuk kedalam wilayah Korta Palu dan dijadikan sebagai lokasi pembangunan Huntap.

Kemudian, lanjut Niko, dalam musyawarah desa, terdapat perjanjian. Dimana poin ketiga perjanjian itu menyebutkan bahwa apabila Pemkot Palu membebaskan lahan tersebut, wajib untuk mengganti rugi. Kesepakatannya telah ditandatangani oleh pihak Kabupaten Sigi dan Pemkot Palu.

“Kami pemilik lahan tersebut berkeinginan dan mau memberikan lahan itu untuk pembangunan Huntap. Kami membuka diri kepada masyarakat Petobo. Namun tidak menyepelekan hak keperdataan kami terhadap lahan tersebut,” bebernya.

Sementara itu, Kadis Tata Ruang dan Pertanahan Kota Palu, Mohamad Rizal mengaku bahwa sejak tanggal 2 November 2018, Wali Kota Palu telah menyurati Mendagri. Meminta lahan tersebut untuk dijadikan lokasi pembangunan Huntap. Sebelum keluarnya Inpres Nomor 10 tentang rehabilitasi dan rekontruksi.

Setelah itu, munculah Somasi yang dilayangkan kepada Pemkot Palu, dari pemilik lahan tersebut. Dari hal itu, diketahui bahwa lahan itu memiliki SHM, sehingga pada tanggal 15 April 2019 diadakan pertemuan antara pemilik lahan dan Pemkot Palu dihadapan Forkopimda.

Dari pertemuan tersebut, Wali Kota Palu meminta kepada pemilik lahan agar melakukan konsolidasi. Saat itu Pemkot Palu belum ada opsi untuk melakukan ganti rugi terhadap lahan tersebut. Hanya menawarkan agar membuka diri terkait proses pengadaan lokasi bagi pembangunan Huntap. Namun, pertemuan itu tidak terjadi kesepakatan.

Beberapa waktu kemudian, warga Petobo menyampaikan kepada Pemkot Palu, bahwa mereka memiliki bukti berupa surat kepemilikan atas lahan tersebut. Pada saat tanah itu masih masuk wilayah Kelurahan Petobo. Meskipun masih ditandatangani oleh pihak kelurahan. Sehingga Pemkot Palu menilai jika hal ini dilanjutkan pasti terbentur pada masalah keperdataan tanah tersebut.

“Jika terbentur dengan keperdataan, maka penyelesaian lahan itu membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sementara warga sudah membutuhkan Huntap. Olehnya pemerintah menawarkan hunian tetap bagi warga Petobo di lokasi induk atau Huntap mandiri,” kata Mohamad Rizal.

Sementara perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palu, Rahab menjelaskan persoalan tapal batas wilayah tersebut, telah lama berpolemik. Bahkan sejak era dua Gubernur Sulteng sebelumnya.

Adanya dua dokumen atas kepemilikan tanah yang dikeluarkan itu, lanjut Rahab, karena saat itu terjadi tarik-menarik antara Petobo dan Kabupaten Sigi. Sekaitan dengan surat Gubernur Sulteng tentang konsolidasi tanah, bisa dilaksanakan. Tetap tidak mengenyampingkan hak pemilik lahan.

“Warga Petobo memiliki surat tanah tersebut. Sementara pemilik lahan juga memiliki sertifikat tanah. Jika terjadi kesepakatan konsolidasi, siapa yang akan menerima ganti rugi. Sementara satu lahan memilik dua dokumen kepemilikan,” cetusnya.

Ketua Pansus rehabilitasi dan rekontruksi DPRD Palu, Mohamad Syarif berkeinginan agar pertemuan pada hari itu, bukan mencari atau mengurai benang kusut polemik pembangunan Huntap. Melainkan bisa mendapatkan solusi bagi warga penyintas bencana alam Kota Palu. ***

Reporter: Firmansyah Lawawi

Berita terkait