Nasib Tak Jelas, Korban PHK PT BDM Desak Nakertrans Morowali

  • Whatsapp
banner 728x90

Morowali,- Perselisihan antara buruh dan pengusaha yang terjadi di Kabupaten Morowali, masih terus berlanjut. Salah satunya yakni masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dianggap sepihak terhadap 61 karyawan oleh PT Bintang Delapan Mineral (BDM) yang tidak mendasar dan prosesnya berlarut-larut hingga berjalan selama kurang lebih 6 bulan.

Salah seorang karyawan PT BDM yang di PHK sepihak oleh perusahaan, Imran mengatakan bahwa setelah terjadi PHK pada bulan Februari 2020 lalu, berbagai upaya telah dilakukan oleh pihaknya untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, termasuk melapor ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Morowali, DPRD Morowali hingga perundingan Bipartit antara pengusaha dan buruh.

Namun, segala upaya yang dilakukan oleh buruh belum menemukan titik temu atau kesepakatan, sehingga perselisihan tersebut terus berlanjut.

“Kedatangan kami ke kantor Disnakertrans ini adalah untuk memperjelas mengenai tindaklanjut sesuai dengan hasil Bipartit pada bulan Maret di perusahaan, setelah dua kali dilakukan Bipartit, ternyata gagal, kami daftarkan di bulan Maret juga, sampai dengan saat ini belum ada tindaklanjutnya,” ungkapnya.

Imran menambahkan, dalam upaya penyelesaian perselisihan tersebut, pihaknya mencari alternatif lain agar kasus tersebut dapat berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Kami bertemu dengan salah satu LBH (Lembaga Bantuan Hukum-red) yang ada di Palu, kami berbincang-bincang mengenai proses PHK yang ada di PT BDM yang kami anggap sangat tidak prosedural, bertentangan dengan aturan, baik aturan perusahaan mereka sendiri maupun aturan yang ada di Undang-Undang Ketenagakerjaan, khususnya UU nomor 13 tahun 2003,” tegasnya.

Imran menilai bahwa secara hukum, prosedur pada PHK tersebut sangat cacat hukum, karena dalam peraturan perusahaan bahwa PHK harus ada musyawarah terlebih dahulu kemudian dilakukan, itupun harus sesuai dengan aturan Perundang-undangan.

“Pada saat dilakukan PHK itu, kami sama sekali tidak ada penyampaian, apakah itu musyawarah atau apa, tidak ada sama sekali, kami diputuskan saat itu 15 menit sebelum Adzan Jum’at, kami dikumpulkan, jadi kami tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi kami mengerti bahwa apa yang mereka lakukan itu salah, makanya kami menuntut sampai dimana saja untuk mendapatkan perlindungan hukum,” bebernya.

Hal tersebut dilakukan buruh, karena mereka tahu persis bahwa sesuai Undang-undang bahwa PHK tanpa ada putusan pengadilan maka batal demi hukum, perusahaan wajib mempekerjakan kembali dan membayar semua hak-haknya.

Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kabupaten Morowali, Ahmad saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan bahwa untuk penyelesaian perselisihan tersebut, pihaknya pernah dipanggil ke DPRD, kemudian dilakukan Bipartit yang juga belum menemukan solusi, namun ketika itu ada wabah corona.

“Saat masa new normal, kita sempat memanggil mereka, kita coba mediasi Tripartit lah namanya, karena sudah ada pengusaha ada pihak Imran cs dan pemerintah, pada saat itu ada masalah teknis yang belum dilengkapi, dan kita minta dilengkapi,” ungkapnya.

Ahmad mengatakan, pihak buruh yang berselisih meminta diberikan surat pengantar untuk ke Mediator Provinsi Sulteng, namun Ahmad berpendapat bahwa masalah perselisihan yang terjadi di wilayahnya akan diupayakan diselesaikan di tingkat Kabupaten.

Diketahui, Pemkab Morowali saat ini belum memiliki Pegawai Mediator untuk melakukan perundingan Tripartit dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial antara buruh dan pengusaha. Sehingga Pemkab Morowali, dalam hal ini Disnakertrans harus membuat rekomendasi untuk melimpahkan penyelesaian perselisihan industrial ke Mediator.

“Yakni pegawai Instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dan memenuhi syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri, untuk bertugas melakukan mediasi serta mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih guna menyelesaikan perselisihan,” tutupnya.***

Reporter: Bambang Sumantri

Berita terkait