Gegara Rapid, Nyawa Ibu dan Anak Nyaris Tak Tertolong (surat pembaca)

  • Whatsapp

Palu,- Kadang kita selalu lalai.
Mendahulukan prosedur tapi mengabaikan hak asasi kemanusiaan. Untung, nyawa ibu dan anak ini dapat tertolong. Hanya karena rapid test, nyaris istri Nasrun, Lidia Fransisca (33) tengah malam harus beberapa kali pindah rumah sakit. Tertolak hanya karena tak memiliki biaya rapid test. Berikut cerita Nasrun semalam ke kailipost.com

Tengah malam 28 Agustus 2020 Nasrun membawa istrinya ke Puskesmas Sangurara. Pria Donggala Kodi ini memeriksakan istrinya yang kandungannya sudah mendekati melahirkan.

Sesampai di Puskesmas, pasutri ini dirujuk ke rumah sakit umum karena diagnosa bidan bahwa kondisi bayi melintang di kandungan. Demikian kata bidan Umi, sebut Nasrun. Dirujuklah ke rumah sakit Al Khaeraat Palu.

Sesampai di rumah sakit itu, Nasrun ditanyakan hasil Rapid Test istrinya. Karena tidak dapat memperlihatkan bukti Rapid, Nasrun ditolak. Ia pun tidak patah semangat. Nasrun pun menuju RSU Undata Palu.

Ketika di rumah sakit milik pemerintah provinsi itu, kembali Nasrun kembali ditanya bukti Rapid sang istri. Lagi – lagi ia menjelaskan bahwa istrinya adalah pasien rujukan Puskesmas dan tanpa dirapid test ketika mendapat rujukan ke RSU. Akhirnya alasan yang sama dikatakan pihak rumah sakit. Nasrun pun lemas.

Jam menunjukkan dini hari. Ia makin bingung. Kemana akan membawa istrinya yang sudah mulai lemas dan pucat. Tak mau menyerah, calon ayah dari sang jabang bayi ‘nyungsang’ atau melintang langsung menuju ke RSU Anutapura Palu.

Di rumah sakit milik pemerintah daerah itu pula, Nasrun kembali ditanyakan bukti bahwa istrinya telah di rapid test. Nasrun pun menggeleng dengan sedih. ‘’Bisa di rapid test di sini Pak. Tapi harus dibayar,’’ ujar Nasrun menirukan ucapan petugas.

Nasrun yang sejak awal tak menyangka akan begini, ia mengaku tak memiliki uang. Pasalnya, ia adalah peserta BPJS. Tentu ia sadar sesuai dengan ketentuan bahwa jaminan kesehatan dirinya dan istri serta bayi akan tertanggung BPJS.

Kondisi Lidia Fransisca makin lemas. Pucat dan menggerang kesakitan. Nasrun makin bingung dan panik. Petugas RSAP juga menambahkan bahwa pihaknya tidak bisa melakukan operasi ibu dan bayi itu karena RSAP kekurangan APD. Sebut Nasrun petugas mengaku hanya memiliki dua APD dan tidak cukup untuk tenaga medis yang akan operasi.

Selanjutnya, bidan RSAP menghubungi RS Rumkit Wirabuana Palu. Dari balik telpon terdengar suara silahkan dibawa pasien ke rumah sakit tentara itu. ‘’Wirabuana mau menerima dan istri saya dirapid test tanpa bayar dulu di depan. Bahkan langsung dioperasi pagi dini hari itu,’’ terangnya dengan mata berkaca – kaca.

Atas pengalaman pahit itu, Nasrun mengaku ingin berbagi dengan masyarakat di Palu dan umumnya di Sulteng. Agar pengalamannya tidak menimpa orang lain yaitu bagaimana mendahulukan pertolongan, dan kemanusiaan sekedar soal prosedur.

Ia tak bisa membayangkan apabila upaya mencari rumah sakit untuk bersalin istri dan anaknya tak tertolong lagi. ‘’Saya setiap perjalanan malam itu terus berdoa dan bertanya, dimana pemerintah ketika malam – malam begini rakyatnya susah,’’ ujarnya lirih. ***

Reporter: Andono Wibisono

Berita terkait