Komnas HAM Sulteng Buka Suara Terkait Tindakan Represif Kepada Wartawan dan Mahasiswa

  • Whatsapp
banner 728x90

Palu,- Terkait tindak kekerasan dan pengrusakan perangkat peliputan beberapa wartawan yang melakukan peliputan aksi demo Mahasiswa menolak penetapan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja pada Kamis (08/10/2020), Komnas HAM RI Perwakilan Sulteng mengaku prihatin.

Pemukulan yang dialami oleh Alsih Marselina, wartawan SultengNews.com mengalami luka dan memar di wajah, Aldy Rifaldy, wartawan SultengNews.com dipukul bahu belakangnya, sementara Fikri wartawan Nexteen Media dikejar dan kamera liputannya rusak karena dibanting aparat berpakaian preman. Peristiwa pemukulan dan Pengrusakan tersebut sungguh merusak Demokrasi di Indonesia.

Komnas HAM berharap dalam setiap peristiwa Demonstrasi, Institusi Kepolisian wajib menghormati dan melindungi Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan berekspresi setiap anggota masyarakat tanpa diskriminasi, baik dilakukan langsung melalui unjuk rasa damai maupun melalui media cetak, karya seni, media elektronik maupun Media Sosial (Internet).

“Polri didalam melakukan pengamanan atas aksi penyampaian pendapat dan ekspresi, agar melakukaannya secara Proporsional, berimbang dan sesuai dengan keperluan, dengan mendahulukan Negosiasi dan Dialog,” kata Dedi Askary selaku Ketua Komnas HAM Sulteng dalam pers rilis, Senin (12/10/2020).

Dilanjutkan, tindakan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan aparat kepolisian terhadap wartawan tersebut, secara khusus tegas dan Nyata melanggar Undang-undang No.40/Tahun 1999 tentang Pers, sebagaimana yg diatur dan/atau ditegaskan dalam Pasal 8 UU Pers dinyatakan dalam menjalankan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum.

Lebih jauh Pasal 18 menyatakan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berkaitan menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

“Atas rangkaian tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian terhadap anggota massa aksi dari komponen Mahasiswa se-Kota Palu serta terhadap Wartawan yang melakukan peliputan, kiranya sangat bijak dan elegan agar kiranya Kapolda Sulteng Irjend (Pol) Abdulrahman Baso, menyampaikan permohonan maaf,” lanjutnya.

Kemudian, Dedi Askary juga meminta Dirpropam Polda Sulteng untuk melakukan penyelidikan terhadap anggota Polri yang melakukan tindak kekerasan kepada tiga orang Wartawan yang sedang menjalankan tugas peliputan dan terhadap sejumlah anggota massa aksi dari elemen Mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri dan Suwasta se-Kota Palu.

Langkah Hukum secara tegas penting dilakukan oleh Kapolda Sulteng, baik memproses hukum secara Internal personel polisi yang melakukan kekerasan terhadap tiga wartawan yang sedang meliput aksi demonstrasi dan dari elemen massa aksi Mahasiswa menolak UU Cipta Kerja yang berakhir bentrok

Kapolda dapat memberikan punismen berupa mutasi bersifat Demosi kepada personil Polri yang telah bertindak berlebihan kepada Wartawan dan massa aksi.

“Jika proses internal personel kepolisian dinyatakan terbukti bersalah, agar kiranya dan/atau sesegera mungkin ditindak lanjuti dalam mekanisme Hukum di Peradilan Umum, mengingat anggota Polri serta Institusi Polri bukanlah anggotan dan/atau Institusi Militer, hal tersebut menjadi penting dan strategis sebagai pembuktian bahwa di Institusi Kepolisian benar-benar melaksanakan Regormasi Birokrasi dan menjalankan kebijakan dan Program Promoteur yang saban waktu digembar-gemborkan oleh Pejabat di Kepolisian,” harap Dedi.

Komnas HAM Sulteng juga meminta Kapolda Sulteng segera memerintahkan pejabat yang menduduki jabatan dalam perangkat kelembagaan Polda Sulteng (Jajaran Pejabat Utama Polda Sulteng) untuk memerintahkan anak buahnya dilapangan untuk menghentikan teror dan intimidasi yang hingga kini terus terjadi dan dialami oleh sejumlah anggota massa aksi Demonstrasi yang berakhir Chaos.***

Editor: Indra Setiawan

Berita terkait