Morowali,- Beberapa waktu lalu, digelar pertemuan antara masyarakat Desa Matarape Kecamatan Menui Kepulauan, bersama Pemerintah Desa Matarape, BPD Desa Matarape, tokoh masyarakat, tokoh pemuda (karang taruna), mahasiswa Desa Matarape (HIPPMAT).
Dalam pertemuan itu disepakati beberapa hal yang menjadi tuntutan masyarakat Desa Matarape. Antara lain, pihak perusahaan PT. NPM harus menaikkan fee masyarakat Desa Matarape dari Rp1.250,- per matrik ton menjadi Rp5.000,- per matrik ton.
Sesuai dengan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), PT Nusajaya Persadatama Mandiri (NPM) tertulis bahwa perusahaan bersedia membayar kompensasi kepada masyarakat sebesar Rp5.000,- sesuai janji pihak PT NPM akan menaikkan fee apabila 3 bulan perusahaan telah melakukan produksi.
Berdasarkan nilai tersebut, maka pihak PT NPM pada tahun 2013 merealisasikan sebesar Rp5.000. Namun, akibat pemberlakuan aturan peraturan pemerintah tentang pembuatan Pabrik Pemurnian Nikel (Smelter) bagi pemilik IUP Pertambangan, maka PT NPM berhenti sementara sampai akhir tahun 2018.
Setelah terjadi pemberhentian aktivitas sementara, pada awal tahun 2019 PT NPM telah melanjutkan kegiatan aktivitas pertambangan, dan bersedia kepada masyarakat Desa Matarape selama 3 bulan untuk membayar Fee sebesar Rp1.250,- per matrik ton, dan setelah 3 bulan pihak perusahaan akan menaikkan nilai fee untuk masyarakat.
Namun karena belum adanya realisasi, maka pada akhirnya msyarakat Desa Matarape Kecamatan Menui Kepulauan menagih janji PT NPM untuk segera menaikkan nilai fee dari Rp1.250,- menjadi Rp5.000,- per matrik ton.
Aktivitas penambangan perusahaan PT NPM sudah berlangsung selama kurang lebih satu tahun, tapi sampai hari ini belum merealisasikan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), sehingga masyarakat Desa Matarape Kecamatan Menui Kepulauan menuntut kepada pihak perusahaan agar segera merealisasikan program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat yang merupakan kewajiban pihak perusahaan sesuai dengan Permen ESDM Nomor 41 tahun 2016.
Pihak masyarakat Desa Matarape dan PT NPM telah menyepakati pembayaran tali asih lahan Areal Penggunaan Lain (APL) yang masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar Rp1.000 per meter persegi atau Rp10.000.000,- per meter persegi.
Pada tahun 2013, luas Areal Penggunaan Lain (APL) sebesar 325 Ha, sehingga PT NPM pada tahun 2019 membayarkan tali asih sebesar Rp3.000.000.000,- (Tiga miliar rupiah).
Sekitar tahun 2016, Kementerian Kehutanan melakukan penurunan status lahan dari Hutan Produksi Terbatas (HPT) di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT NPM menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 444 Ha.
Oleh karena itu, sisa tali asih lahan APL yang belum dibayarkan oleh PT Nusajaya Persadatama Mandiri (NPM) 444 Ha dikurangi 325 Ha sama dengan 119 Ha.
“Pada kesempatan ini, kami masyarakat Desa Matarape Kecamatan Menui Kepulauan Kabupaten Morowali menuntut kepada PT Nusajaya Persadatama Mandiri (NPM) untuk segera merealisasikan PEMBAYARAN TALI ASIH APL yang belum diselesaikan seluas 119 ha tersebut, demikian tuntutan ini, kami seluruh masyarakat Desa Matarape bertanda tangan di bawah ini tanpa ada unsur paksaan dan apabila ada permasalahaan dibelakang hari maka yang bertanda tanggan dibawah ini akan diproses secara hukum yang berlaku,” ungkap Rahmat Naga selaku salah satu tim negosiator kepada media ini, Minggu (24/01/2021).
Dikonfirmasi terpisah, pihak PT NPM, diwakili oleh Nahar yang ditanyakan mengenai permasalahan tersebut menjelaskan bahwa pihak NPM dan pihak masyarakat Matarape secara sendiri atau bersama-sama akan mengatur pertemuan dengan pihak Pemkab Morowali dan atau Provinsi Sulawesi Tengah.
Pertemuan tersebut untuk mendapatkan penjelasan aturan yang sesungguhnya harus dilaksanakan oleh perusahanan dalam pelaksanaan PPM dan hak-hak masyarakat disekitar tambang.***
Reporter: Bambang Sumantri