Palu,- Diduga penyaluran bantuan sosial pangan non tunai di Sulawesi Tengah menyalahi ketentuan. Bahkan didominasi oleh Bulog. Demikian temuan Lumbung Informasi Rakyat Indonesia (LIRA) Sulteng sesuai temuan lapangan selama investigasi selang beberapa bulan. Demikian dikatakan Ketua LIRA Sulteng, Andi Azikin ke kailipost.com
Menurutnya, harusnya penyalur ke keluarga penerima manfaat (PKM) harus bebas menentukan dengan pihak mana saja. Tidak mesti harus dengan Bulog. ‘’Itu yang saya terima laporan dari lapangan. Saya ketemu penyalur dan pihak E-warung.
LIRA Sulteng berencana akan membawa temuan ini ke Kementrian Sosial RI di Jakarta. Dengan model monopoli tersebut tujuan bantuan sulit berdampak pada kegairahan perekonomian lokal. ‘’Ya kalau hanya dikuasai satu pihak kan ada yang dirugikan. Tidak ada persaingan sehat. Ekonomi tidak tumbuh. Kualitas beras dan telur serta ayam sesuai dengan yang diterima KPM sulit dikontrol. Ini yang mesti dibenahi dan siapa yang bermain ini,’’ ujarnya menerangkan. Ia pun enggan menuduh Bulog dan pihak lain. Tapi temuan di lapangan dugaanya demikian.
Seperti diketahui Bansos dari APBN selama 2019 ada tiga jenis. Yaitu bantuan pangan non tunai terdiri beras, telur satu rak dan ayam. Jumlah beras diterima KPM setiap bulan 10 Kg. Dengan nominal Rp200 ribu/PKM/bulan. Bansos jenis kedua adalah bantuan sosial tunai Rp300 ribu/KK miskin dan ketiga adalah PKH (pembinaan keluarga harapan).
Bantuan non tunai di Palu diperkirakan sebanyak 13 ribu KPM, Kabupaten Donggala 30 ribuan KPM dan Kabupaten Sigi sekitar 20 ribuan KPM. Bila ditaksir setiap bulan untuk Kota Palu saja dibutuhkan Rp2 miliar mengucur ke KPM dan Donggala hampir Rp5 miliar/bulan.
Menurut Azikin bantuan sosial pangan non tunai pusat ini kelemahannya Dinsos di daerah tidak memiliki tugas dan tanggung jawab jelas. Akibatnya, ada pihak yang bisa saja memanfaatkan hal ini di tingkat tehnis. ‘’Termasuk mesin gesek elektronik (brilling) untuk transaksi KPM saat mengambil bahan pangan,’’ terangnya. ***
reportase : andono wibisono