KPK Terima 175 Laporan Korupsi di Sulteng, Siapa Saja Yang Dilaporkan….

  • Whatsapp
Dok: Kailipostcom

SEPEKAN INI, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada sejumlah daerah dengan tingkat pelaporan publik terbanyak. Salah satunya Provinsi Sulawesi Tengah. Laporan itu kaitannya dengan dugaan praktek korupsi di wilayah paling tengah Pulau Sulawesi.

Sesuai data KPK antara 2017 dan 2020, terdapat total 175 laporan pengaduan masyarakat dari wilayah Sulteng kepada KPK. Berdasarkan delik aduan, laporan tersebut terdiri atas penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara (110 laporan), pemerasan (lima laporan), penyuapan (lima laporan), perbuatan curang (tiga laporan), penggelapan dalam jabatan (satu laporan), benturan kepentingan dalam pengadaan (dua laporan), tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi (tiga laporan), dan laporan lain yang berkategori non-TPK (Tindak Pidana Korupsi) sebanyak 46 laporan.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango meminta pemerintah daerah memperkuat Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Hal ini disampaikannya saat hadir sebagai narasumber dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Intern (Rakorwasin) Keuangan dan Pembangunan Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah, di Kota Palu,(20/5) dikutip dari laman JawaPos.com

“Salah satu area intervensi yang penting diperhatikan oleh pemerintah daerah di Sulawesi Tengah adalah penguatan APIP, bekerja sama dengan BPKP,” kata Nawawi.

Skor rata-rata area Penguatan APIP di seluruh pemerintah kabupaten, kota, dan Provinsi Sulteng sendiri di aplikasi MCP (Monitoring Centre for Prevention) KPK pada 2020 berkisar antara 50 sampai 75 persen. Skor ini masih relatif rendah dibandingkan target minimal yang diharapkan KPK, yaitu 85 persen.

Nawawi menyebutkan, ada beberapa kondisi mengapa APIP harus diperkuat, yaitu minimnya jumlah personel, kurangnya kompetensi, terbatasnya kesempatan pelatihan, rendahnya anggaran operasional, tidak ditindaklanjutinya rekomendasi APIP, adanya intervensi kepala daerah kepada APIP, independensi APIP yang belum kuat, dan tak optimalnya pembinaan APIP.

Pemberdayaan dan penguatan APIP, lanjut Nawawi, makin urgen ketika kepala daerah berpotensi besar melakukan tindak pidana korupsi karena keharusan membiayai hutang politik saat ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sebab itu, kata Nawawi, kepala daerah memiliki kepentingan mengintervensi APIP untuk melindungi modus kecurangannya.

“Berdasarkan studi KPK, para calon kepala daerah yang ikut Pilkada mengakui didukung oleh modal dari pihak ketiga. Ini berimbas kepada perjanjian calon kepala daerah dengan pemodal untuk dimudahkan dalam perizinan atau PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa),” ujar Nawawi.

Sejumlah modus korupsi KD sambung Nawawi, adalah melakukan intervensi dalam penggunaan anggaran belanja daerah; campur-tangan dalam pengelolaan penerimaan daerah; ikut menentukan dalam pelaksanaan perizinan dengan pemerasan; benturan kepentingan dalam proses PBJ dan manajemen ASN seperti rotasi, mutasi, pengangkatan pegawai dan penyalahgunaan wewenang terkait pengangkatan dan penempatan jabatan pada orang dekat, pemerasan dalam proses rotasi, mutasi, dan promosi.

Gubernur Longki Djanggola meminta APIP Sulteng berperan besar menghadirkan pengelolaan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien, serta meminimalisir timbulnya kecurangan. ***

Disarikan jurnalis kailipost.com : andono wibisono

Berita terkait